Masyarakat Akan Rasakan Dampak dari Politik Uang
Politik Uang.--ISTIMEWA
radarmukomuko.bacakoran.co - Pemilu legislatif 2024 yang baru saja dilaksanakan, berjalan dengan sukses dan aman. Namun demikian, walau minim terdeteksi oleh pengawas Pemilu, dugaan pelanggaran, salah satunya politik terjadi selama masa kampanye.
Beberapa politisi sempat mengemukakan kekecewaannya pada pemilih yang sangat terpengaruh oleh politik uang tersebut. Kebaikan yang sudah dilakukan bertahun-tahun, pertolongan yang diberikan selama ini, bahkan pembangunan yang sudah dibawa ke daerah sama sekali tidak berguna. Semuanya dilupakan hanya karena amplop uang Rp 150 ribu hingga Rp 300 ribu jelang pemilihan.
Fakta ini membuat para politisi yang terpilih ataupun belum terpilih akan apatis atau tidak peduli hingga enggan membantu masyarakat kedepannya. Sebab orang akan berpikir, percuma dibantu dan memperjuangkan pembangunan. Kalau tidak diberi uang lebih besar dari orang lain saat pemilihan, maka tidak akan dipilih.
"Kalau hanya mengandalkan sudah berbuat baik, seperti membantu mengurus keperluannya, membantu kelompok dan memberi bantuan proposal, tidak akan dipilih. Sama-sama memberi, karena uang kita lebih sedikit dari orang lain saja, pemilih langsung beralih," ungkap beberapa polisi senior di Mukomuko, Bengkulu yang tidak disebut namanya.
Menanggapi kondisi ini, mantan anggota DPRD Mukomuko periode 2009 - 2014 hingga 2014 - 2019, Hermansyah,ST,MT mengaku ikut khawatir dengan permainan dugaan politik uang di pemilu.
Dikatakannya, selama pemilu dirinya sempat turut melihat jalannya persaingan politik antar calon anggota legislatif di Mukomuko.
Maka dari situ, dirinya menilai pesta demokrasi ini telah berjalan dengan lancar dan tertib namun jauh dari kata Jurdil (Jujur dan Adil). Alasannya, karena menyaksikan dan merasakan bagaimana para caleg menggunakan politik uang dalam mendapatkan suara.
"Caleg kebanyakan membayar pemilih berkisar antara Rp 100 - Rp 300 ribu per individu pemilih. Apakah pemilu seperti ini dikatakan jujur?," papar Herman.
Lanjutnya, politik uang seperti ini jelas membahayakan dan akan merugikan masyarakat sendiri. Terutama menyangkut dengan kualitas anggota dewan.
Bisa saja dengan politik uang, kedepan yang bakal mengisi kursi legislatif para cukong, juragan, para toke dan lain-lain yang memiliki modal besar.
"Sebenarnya semua berkualitas, tapi jika dibandingkan dengan melihat dari ukuran pendidikannya banyak yang lebih baik, tapi tidak bisa membeli suara rakyat akhirnya tidak bisa terpilih," tutupnya.*