Uang Palsu di Pasar Tradisional Kenapa Masih Sulit Diberantas

Uang Palsu di Pasar Tradisional Kenapa Masih Sulit Diberantas.--screnshoot dari web
KORANRM.ID - Meski kampanye edukasi terus digalakkan dan teknologi keamanan uang terus ditingkatkan, peredaran uang palsu di pasar tradisional masih menjadi persoalan serius di banyak wilayah Indonesia. Pasar tradisional, sebagai pusat transaksi tunai terbesar di masyarakat, sering menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan pemalsuan uang. Tantangan dalam memberantas uang palsu di lingkungan ini bukan sekadar soal teknologi, tapi juga menyangkut kebiasaan, literasi keuangan, dan keterbatasan pengawasan.
Salah satu alasan utama uang palsu masih sulit diberantas di pasar tradisional adalah rendahnya tingkat literasi masyarakat terhadap ciri-ciri uang asli. Banyak pedagang dan pembeli tidak terbiasa memeriksa uang secara teliti, apalagi dengan metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) yang disarankan Bank Indonesia. Dalam suasana pasar yang ramai dan serba cepat, transaksi dilakukan secara instan dan cenderung mengandalkan kepercayaan. Celah inilah yang kerap dimanfaatkan pemalsu uang untuk menyelipkan uang palsu dalam nominal besar.
BACA JUGA:Cara Mudah Membedakan Uang Asli dan Palsu dengan Sentuhan dan Cahaya
Faktor lain adalah keterbatasan akses terhadap alat deteksi uang palsu. Berbeda dengan perbankan atau pusat perbelanjaan modern yang memiliki alat detektor UV atau sensor magnetik, sebagian besar pedagang pasar tradisional masih mengandalkan pemeriksaan manual. Alat pendeteksi uang juga tidak selalu tersedia atau dianggap perlu, terutama bagi pedagang kecil dengan volume transaksi harian yang rendah. Akibatnya, mereka menjadi pihak paling rentan menerima dan mengedarkan uang palsu tanpa sadar.
Kondisi sosial dan ekonomi turut memperkuat persoalan ini. Banyak pedagang enggan melaporkan temuan uang palsu karena takut dianggap mencurigakan atau khawatir uangnya disita tanpa diganti. Tidak sedikit pula yang akhirnya tetap membelanjakan uang palsu itu ke tempat lain demi meminimalkan kerugian pribadi, meskipun tindakan ini menyalahi hukum dan memperpanjang siklus peredaran uang palsu.
BACA JUGA:Mobil Hybrid, Toyota New Corolla Cross HEV 1.8 CC Dibandrool Rp 600 An, Bergaya Urban Premium
Selain itu, pengawasan dari aparat hukum dan otoritas keuangan belum menyentuh seluruh lapisan pasar tradisional secara intensif. Fokus pengamanan cenderung meningkat hanya pada saat momen-momen tertentu seperti menjelang Lebaran atau akhir tahun, ketika peredaran uang tunai melonjak. Di luar periode tersebut, upaya pengawasan dan edukasi sering kali menurun drastis, memberi ruang kembali bagi para pelaku kejahatan untuk bergerak.
Bank Indonesia sebenarnya telah meluncurkan berbagai program edukasi, termasuk pelatihan pengenalan uang asli kepada komunitas pasar dan penyuluhan keliling menggunakan mobil kas keliling. Namun, cakupan wilayah yang luas dan keterbatasan SDM membuat program ini belum bisa menjangkau semua pelaku pasar secara merata.
BACA JUGA:Tanpa Tomat, Sambal Kecap Ini Tetap Segar dan Pedas! Coba 3 Tips Rahasianya
Upaya memberantas uang palsu di pasar tradisional membutuhkan pendekatan sistemik: mulai dari peningkatan edukasi keuangan berbasis komunitas, penyediaan alat deteksi uang murah dan sederhana, hingga kebijakan penguatan sanksi hukum terhadap pengedar. Di sisi lain, peran aktif masyarakat untuk saling mengingatkan dan menolak penggunaan uang palsu juga menjadi kunci utama. Semakin tinggi kewaspadaan publik, semakin sempit ruang gerak para pelaku pemalsuan.
Pasar tradisional tetap menjadi nadi ekonomi rakyat, dan menjaga kebersihannya dari peredaran uang palsu bukan hanya soal hukum, tapi juga soal keadilan ekonomi bagi seluruh pelaku usaha kecil. Diperlukan sinergi antara pemerintah, pedagang, dan masyarakat untuk memutus rantai ini agar kepercayaan dalam transaksi tunai tetap terjaga.
________________________________________
Referensi:
1. Bank Indonesia. (2024). Siaran Pers: Edukasi Ciri Keaslian Uang Rupiah di Pasar Tradisional.
2. Kompas.com. (2023). “Kenapa Uang Palsu Masih Marak di Pasar Tradisional?”
3. Republika. (2025). Pedagang Pasar Rentan Jadi Korban Peredaran Uang Palsu.
4. Tempo.co. (2022). “Solusi Digitalisasi dan Literasi Keuangan untuk Pedagang Pasar.”