Cermin Jiwa Mengapa Kontak Mata Penting dalam Komunikasi Sehari-Hari

Cermin Jiwa Mengapa Kontak Mata Penting dalam Komunikasi Sehari-Hari.--screnshoot dari web
KORANRM.ID - Kontak mata adalah salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang paling kuat dan bermakna. Dalam percakapan sehari-hari, tatapan bukan hanya sekadar menatap fisik orang lain, tetapi merupakan jembatan emosional yang menghubungkan dua individu. Mata sering disebut sebagai “cermin jiwa” karena dari situlah emosi, ketulusan, bahkan kebohongan dapat terbaca dengan jelas. Dalam konteks komunikasi interpersonal, kontak mata memainkan peran sentral dalam menyampaikan kepercayaan, perhatian, serta keterlibatan emosional dalam percakapan.
BACA JUGA:Benarkah Softlens Minus Meringankan Mata Minus? Fakta dan Dampaknya
BACA JUGA:Persiapan Halalbihalal, Pemerintah Kecamatan Lubuk Pinang Goro Bersihkan Area Kantor
Secara psikologis, kontak mata yang tepat dapat menciptakan rasa koneksi yang kuat. Ketika seseorang menatap langsung ke mata lawan bicaranya, itu menunjukkan bahwa ia hadir secara utuh dan benar-benar mendengarkan. Ini membantu membangun kepercayaan dan keterbukaan, terutama dalam hubungan yang bersifat personal seperti antara pasangan, keluarga, maupun teman dekat. Kontak mata yang konsisten juga meningkatkan empati, sebab dengan menatap mata seseorang, kita cenderung lebih mudah merasakan dan memahami emosi mereka, meskipun tidak terucap melalui kata-kata. Bahkan dalam dunia terapi, psikolog dan konselor sering menggunakan kekuatan tatapan untuk membentuk hubungan yang suportif dan penuh empati dengan kliennya.
Dari sisi biologis, otak manusia secara naluriah merespons tatapan mata. Penelitian dalam bidang neurosains menunjukkan bahwa ketika seseorang menatap mata orang lain, otak mengaktifkan area yang berkaitan dengan pengenalan wajah, emosi, dan empati, seperti amigdala dan korteks prefrontal medial. Tatapan mata yang tepat memicu pelepasan hormon oksitosin, hormon yang berkaitan dengan rasa nyaman, percaya, dan kasih sayang. Ini menjelaskan mengapa, dalam konteks hubungan romantis atau keluarga, hanya dengan saling menatap mata, seseorang bisa merasa sangat terhubung secara emosional.
Namun, kontak mata tidak selalu bersifat netral. Terlalu banyak tatapan bisa dianggap mengintimidasi atau agresif, terutama jika disertai dengan ekspresi wajah yang tidak ramah. Di sisi lain, kurangnya kontak mata sering kali disalahartikan sebagai sikap tidak peduli, gugup, atau menyembunyikan sesuatu. Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks budaya dan sosial dalam menggunakan kontak mata. Di beberapa budaya Timur, menundukkan pandangan kepada orang yang lebih tua atau berstatus lebih tinggi merupakan bentuk penghormatan. Sementara dalam budaya Barat, kontak mata langsung dianggap sebagai tanda percaya diri dan keterusterangan.
BACA JUGA:Baru Separuh Desa Salurkan BLT-DD di Kecamatan Air Manjuto
Dalam lingkungan profesional, kontak mata berperan penting dalam menciptakan kesan pertama yang positif. Dalam wawancara kerja, presentasi, atau negosiasi bisnis, individu yang mampu menjaga kontak mata dengan percaya diri akan dinilai lebih kompeten dan kredibel. Bahkan dalam layanan pelanggan, pelayan atau staf yang melakukan kontak mata cenderung lebih dipercaya oleh konsumen. Sebaliknya, kurangnya kontak mata bisa menimbulkan kesan tidak ramah atau bahkan menimbulkan ketidakpercayaan.
Di era digital seperti sekarang, ketika komunikasi banyak berlangsung melalui layar, kemampuan menjaga kontak mata sering kali terganggu. Video call yang tidak sejajar dengan arah pandang kamera membuat kontak mata tampak tidak alami. Ini menyebabkan tantangan baru dalam membangun hubungan interpersonal secara virtual, sehingga interaksi langsung tetap menjadi cara terbaik untuk membangun kepercayaan dan kedekatan emosional yang tulus. Karena itu, penting untuk tetap meluangkan waktu untuk bertemu dan berbicara secara langsung, agar kualitas komunikasi tetap terjaga.
Kesadaran akan pentingnya kontak mata dalam kehidupan sehari-hari seharusnya menjadi bagian dari kecerdasan emosional seseorang. Dengan menjaga kontak mata yang hangat, penuh perhatian, dan sesuai konteks, kita tidak hanya memperkuat komunikasi, tetapi juga menumbuhkan rasa hormat dan empati dalam setiap interaksi. Tatapan yang tulus bisa menjadi pesan yang paling kuat, karena di situlah kita bisa melihat siapa seseorang sebenarnya—dan membiarkan orang lain melihat kita juga.
BACA JUGA:Baru Satu Desa di Kecamatan XIV Koto Mulai Fisik DD Tahap I
BACA JUGA:Seluruh Desa di Kecamatan V Koto Sudah Terima DD Tahap I, Ini Pesan Camat
Referensi:
• Argyle, M., & Dean, J. (1965). Eye-contact, distance and affiliation. Sociometry.
• Baron-Cohen, S. (1995). Mindblindness: An Essay on Autism and Theory of Mind. MIT Press.
• Kleinke, C. L. (1986). Gaze and eye contact: A research review. Psychological Bulletin.
• Itier, R. J., & Batty, M. (2009). Neural bases of eye and gaze processing: The core of social cognition. Neuroscience & Biobehavioral Reviews.
• Porges, S. W. (2011). The Polyvagal Theory: Neurophysiological Foundations of Emotions, Attachment, Communication, and Self-Regulation.