KORAN DIGITAL RM - Menjelang Hari Raya Idul Fitri Pemerintah Daerah (Pemda) mengimbau seluruh desa pasang Gembing Gimbo minimal 5 buah per Desa.
Gembing Gimbo merupakan tradisi warga Kabupaten Mukomuko. Dimana warga akan membakar batok kelapa pada malam sebelum Hari Raya Idul Fitri. Dimana batok kelapa akan disusun menggunakan batang bambu setinggi kurang lebih 2 meter.
Untuk tahun ini, dalam rangka menyabut Hari Raya Idul Fitri Pemda Mukomuko meminta seluruh camat mengajak dan menghimbau masyarakat membuat Gembing Gimbo minimal 5 buah per Desa dan dalam 1 buah Gembing Gimbo diisi oleh 21 buah batok kelapa sesuai dengan usia Kabupaten Mukomuko saat ini. Gembing Gimbo nantinya diletakan di tempat-tempat strategis agar dapat dilihat dengan jelas dan menerangi jalan-jalan Desa.
BACA JUGA:Penuh Berkah, 28 Warga Desa Pulai Payung Dapat Uang Tunai
BACA JUGA:Tuntutan 6 Desa VS PT DDP Berlanjut Setelah Lebaran
Dalam hal ini Camat Kecamatan Ipuh, Sepradanur S.Sos menjelaskan bahwa tradisi Gembing Gimbo atau dalam tradisi Masyarakat Ipuh dikenal dengan “Manggang Sayok” (bakar batok kelapa) dimana warga akan membuat tumpukan atau susunan batok kelapa setinggi-tingginya di halaman rumah dan tepi jalan. Susunan batok kelapa ini akan dibakar saat malam takbiran.
Pemasangan Gembing Gimbo diharapkan dapat diikuti oleh seluruh desa karena tradisi ini merupakan tradisi yang telah ada sejak dulu. Sehingga dengan dipasangnya Gembing Gimbo diharapkan dapat menjaga kearifan lokal Kabupaten Mukomuko.
“Sesuai dengan imbauan Pemda Mukomuko kita akan melakukan Gembing Gimbo atau Manggang Sayok di setiap desa di Kecamatan Ipuh. Pemasangan dan kegiatannya akan dilaksanakan pada malam takbiran atau malam sebelum Hari Raya Idul Fitri,” ungkap Sepradanur.
BACA JUGA:Pemdes Talang Baru Mulai Kelola Air Terjun, Tingkatkan Pariwisata Daerah
BACA JUGA:Periksa Rumah Hingga Titip Kunci Bila Bepergian
Tradisi ini memiliki tuntunan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat setempat kepada Allah SWT atas semua kebaikan yang telah diberikan sampai bisa menikmati keindahan Hari Raya Idul Fitri.
Tradisi seperti ini harus terus dilaksanakan guna mempertahankan kearifan lokal. Seiring dengan berkembangnya zaman maka penerus tradisi lokal daerah harus mengetahui dan meneruskan sesuai dengan adat istiadat yang berlaku di daerah tersebut.*