koranrm.id - Gabungan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) targetkan akan rebut kembali 4 juta Hektar (Ha) kawasan hutan yang sudah alih fungsi secara ilegal. Ketua Satgas PKH Tenaga Ahli Jaksa Agung, Barita Simanjuntak, optimis target tersebut bisa tercapai. Karena saat ini total realisasi penguasaan lahan sudah mencapai 3,7 juta hektare per Minggu pertama bulan Desember 2025 ini. Dengan kata lain, Satgas PKH hanya perlu menguasai 0,3 juta hektare lahan untuk sisa tahun ini. Di samping itu, Satgas telah menyerahkan 1,5 juta hektare lahan kepada PT Agrinas Palma Nusantara dan 81.793 hektare lahan di Taman Nasional Tesso Nilo telah diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup. "Kedepan, akan terpenuhi sesuai target sejumlah 4 juta hektar yang akan dikuasai kembali oleh negara," kata Barita Simjuntak saat konferensi pers beberapa waktu lalu dikutip Bloomberg Technoz.
Dengan demikian, sisa penguasaan lahan yang belum diserahkan adalah 2,18 juta hektare yang terdiri dari beberapa klasifikasi. Pertama, lahan sawit teridentifikasi sebanyak 356.233,17 hektare. Dari data tersebut, lahan yang sudah verifikasi seluas 341.329,35 hektare dan masih dalam proses 14.903,82 hektare. Kedua, Taman Nasional. Lahan yang dalam proses verifikasi adalah 874.720,41 hektare. Kemudian yang ketiga, Hutan Tanaman Industri sudah teridentifikasi seluas 761.795,2 hektare, dimana 200.626,68 hektare sudah diverifikasi dan proses verifikasi seluas 561.168,52 hektare. Terakhir, kewajiban plasma 192.300,32 hektare dalam proses verifikasi. Di sisi lain, Satgas PKH melalui Satgas Halilintar telah mengidentifikasi 198 titik tambang seluas 5.342,58 hektare yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Perinciannya, 167 titik di Sulawesi Tenggara, 18 titik di Sulawesi Tengah, dan 13 titik di wilayah Maluku Utara. Satgas PKH sudah melakukan verifikasi terhadap 15 PT seluas 13.295,65 hektare di 12 provinsi dan 28 kabupaten se Indonesia. Sementara, Satgas PKH telah melakukan penguasaan kembali terhadap 51 PT seluas 5.874,34 hekare di enam provinsi dan 14 kabupaten. Sementara, rencana penguasaan kembali atas 23 PT seluas 1.581,8 hektare di tiga provinsi dan delapan kabupaten akan terus berlanjut. Di sisi lain, dalam penertiban ini, Stagss PKH juga menyoroti 31 perusahaan dan perseorangan yang diduga menjadi penyebab bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Perusahaan dan perseorangan yang tersebar di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat dan memiliki keterkaitan langsung terhadap daerah aliran sungai (DAS)."Untuk yang di Aceh dugaan sementara yang terimbas langsung terkait langsung dengan DAS itu ada sembilan PT ataybperusahaan. Untuk yang di Sumatra Utara, DAS di Batangtoru, Sungai Garoga dan Langkat termasuk longsor ada delapan termasuk dengan kelompok pemegang hak atas tanah," ungkap," komandan Satgas PKH Mayor Jenderal Dody Triwinarto (15/12/2025). Terakhir, Satgas PKH memproyeksikan terdapat 14 perusahaan lokal yang berkaitan dengan DAS di Sumatra Barat, dan berpotensi menjadi dalang dari bencana banjir dan longsor. Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah mengatakan terdapat beberapa potensi pelanggaran yang dilakukan oleh 31 perusahaan atau perseorangan tersebut. Pertama, memiliki perizinan yang tidak benar. Sehingga Satgas PKH akan melakukan peninjauan kembali apakah benar perizinan bisa terbit di kawasan hutan lindung. Kedua, perbuatan yang melanggar ketika mengelola izin tersebut, entah proses penebangan hingga dampak kerusakan lingkungan hidupnya. Febrie mengatakan, Satgas PKH telah melaksanakan rapat koordinasi pada hari ini. Rapat tersebut menghasilkan tiga kesimpulan utama. Pertama, Satgas PKH telah melakukan langkah-langkah identifikasi perbuatan pidana dan akan memastikan siapa yang bertanggung jawab secara pidana atas bencana yang terjadi. Hal ini akan dilakukan penegakan hukum baik dari Bareskrim Polri, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta Kejaksaan Agung. "Saat ini, kita sudah memetakan perusahaan-perusahaan mana saja penyebab bencana ini, sudah diketahui identitas, lokasi, sudah diketahui kira-kira perbuatan pidana yang terjadi," ujarnya. Kedua, selain proses pidana, subjek hukum yang dinilai bertanggung jawab akan dikenakan pertanggungjawaban pidana. Selain itu, terdapat sanksi administratif berupa evaluasi perizinan yang telah dikeluarkan kepada korporasi yang terindikasi menjadi subjek hukum penanggung jawab pidana yang telah terjadi. Ketiga, Satgas PKH akan melakukan perhitungan kerugian atas kerusakan lingkungan dan akan memberi beban kewajiban pemulihan keadaan sebagai dampak dari bencana yang terjadi kepada para pihak yang akan dimintai pertanggung jawaban. Keempat, untuk mencegah kejadian bencana berulang kembali, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap regulasi dan peraturan disektor lingkungan hidup, kehutanan, tata ruang wilayah, energi dan sumber daya alam, termasuk perbaikan keseluruhan tata kelola.
Kategori :