Dampak Positif Sistem Penerimaan Murid Baru (SPBM)

Rabu 05 Mar 2025 - 17:14 WIB
Reporter : Deni Saputra
Editor : SAHAD

KORANRM.ID - Tahun ajaran baru menjadi momentum tahunan bagi orangtua untuk mencarikan lembaga pendidikan terbaik yang bisa membekali dan meneruskan pendidikan bagi anak-anaknya. Riset dan analisis terhadap karakter sekolah banyak dilakukan orangtua untuk mendaftarkan anak-anaknya. Jika sebelumnya, penerimaan siswa di tahun ajaran baru disebut dengan istilah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi, di tahun ajaran 2025/2026, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) mengganti istilah tersebut dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).

BACA JUGA:Ini Tingkat Kesulitan Soal Ujian SMP

BACA JUGA:Desa Ngeri-ngeri Sedap Gunakan Dana Ketapang

Secara filosofis, PPDB menjadi SPMB tidak hanya sekedar pergantian istilah semata. Melainkan terdapat alasan fundamental dan perubahan sistem yang komprehensif yang menjadi landasan perubahan nama tersebut. Abdul Mu’ti dalam pernyataannya saat mengumumkan secara resmi penggunaan istilah SPMB pada Kamis (30/01) di Jakarta, menegaskan bahwa tujuan kebijakan ini adalah untuk memastikan setiap warga negara mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu.

Salah satu perubahan penting dari PPDB menjadi SPMB adalah istilah zonasi yang berganti domisili. Secara prinsip hampir sama, menekankan pada penerimaan siswa baru berdasarkan jarak rumah. Bedanya, dengan istilah domisili maka akan mempertegas bahwa akses pendidikan yang merata menjadi prioritas utama dalam kebijakan pendidikan, terlebih di dalam sistem domisili tidak tergantung pada Kartu Keluarga (KK) melainkan domisili jarak terdekat dengan sekolah. Hal ini tentu memudahkan, lantaran siswa akan bisa memiliki lembaga pendidikan yang diinginkan tanpa dikekang oleh alamat KK.

Dampak Positif Kebijakan SPMB

Selain memudahkan peserta didik dalam mendaftar tanpa terbebani alamat KK, maka akan meminimalisir isu besar yang kerap terjadi pada PPDB; pemalsuan data di KK. Mulai dari titip nama di KK saudara yang dekat dengan sekolah tujuan, sampai pada membayar jasa.

BACA JUGA:Masih Dua Desa Belum Evaluasi RAPBDes di Tingkat Kecamatan

Pergantian menjadi domisili juga perlu dikawal ketat, untuk memastikan bahwa domisili yang digunakan mendaftar adalah benar. Terlepas dari hal tersebut, sistem domisili diharapkan akan mampu memberikan dampak bagi siswa-siswa yang berada di daerah terpencil. Sistem domisili yang mempertimbangkan jarak dan aksesbilitas, tentu akan menghadirkan pemerataan kualitas pendidikan yang mana siswa-siswa dari daerah pinggiran atau terpencil memiliki harapan dan kemungkinan besar untuk mendaftar di lembaga pendidikan yang berkualitas.

Dalam SPMB, selain terfokus pada penerimaan siswa dengan sistem domisili, disediakan juga jalur prestasi. Tidak hanya tertuju pada siswa dengan prestasi akademik, tetapi juga menyediakan untuk siswa prestasi non-akademik. Selaras dengan pernyataan World Economic Forum (2023), keterampilan yang dibutuhkan di dunia saat ini adalah critical thingking, kepemimpinan, dan kemampuan beradaptasi- bukan sekedar nilai akademik.

BACA JUGA:Simak, Ini 7 Penyebab Sebenarnya Perut Buncit di Bulan Puasa

Terbukanya peluang bagi siswa berprestasi dibidang non-akademik secara signifikan akan turut mendorong motivasi generasi dalam meningkatkan kualitas melalui berbagai kegiatan yang berfungsi mengasah keterampilannya. Hal tersebut akan menggeser paradigma bahwa lembaga sekolah hanya untuk mengasah nilai akademik. Merujuk pada laporan OECD Education Outlook (2024), negara dengan sistem pendidikan yang mengedepankan keseimbangan akademik dan soft skill akan menghasilkan lulusan yang lebih siap menghadapi tantangan global.

Dengan begitu, hari ini sistem pendidikan sedang mengarah kepada perbaikan dan pembangunan suprastruktur yang lebih mapan. Langkah-langkah hari ini tentu diharapkan menjadi bagian dari upaya untuk mencetak generasi yang memiliki kapasitas unggul. 

Dampak positif lainnya yang menurut penulis menjadi sebuah implikasi dasar adalah hadirnya penguatan nilai-nilai keadilan dan inklusivitas. Jika merujuk pada teori transparansi yang menyatakan bahwa dalam proses pengambilan keputusan akan meningkatkan kepercayaan dan mengurangi diskriminasi. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Sri Wahyuni, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, proses penerimaan yang transparan akan meningkatkan kepercayaan diri bagi siswa.

Nilai keadilan dan inklusif lainnya dapat dilihat melalui jalur afirmasi yang disediakan oleh Kemdimdasmen. Jalur ini menjadi bukti komitmen pemerintah dalam menjalankan Undang-undang; bahwa pendidikan adalah hak semua, tanpa memandang status sosial maupun jabatan. Dengan memberi kesempatan yang sama bagi keluarga kurang mampu atau penyandang disabilitas, maka akan memperkuat nilai keadilan bahkan inkusivitas. Menurut penulis, ini merupakan bagian dari langkah strategis yang dilakukan oleh Kemdikdasmen dalam mengawal masyarakat yang adil dan berkeadaban.

Sebagai bagian dari pelaksana kebijakan pemerintah, tentu penulis yang berprofesi sebagai pendidik di Sekolah Dasar turut mengapresiasi kebijakan Kemdikdasmen yang selalu memperhatikan semua elemen dalam pendidikan tidak keberatan dalam menjalankannya. Oleh karenanya, keberhasilan kebijakan yang dicanangkan oleh pemerintah tentu juga bergantung bagaimana kita turut mengimplementasikannya dengan baik.

Kategori :

Terkait