KORANRM.ID - Dalam dunia mode dan gaya hidup, konsep kemewahan sering kali diasosiasikan dengan logo besar, desain mencolok, dan material mewah yang dapat dengan mudah dikenali oleh orang lain. Namun, tren baru yang dikenal sebagai quiet luxury atau kemewahan yang tenang mulai mengambil alih perhatian. Konsep ini menekankan kualitas, kehalusan, dan eksklusivitas tanpa perlu menunjukkan status sosial secara terang-terangan. Quiet luxury bukan hanya tentang pakaian atau aksesori mahal, tetapi juga filosofi hidup yang mengutamakan keanggunan tanpa perlu validasi dari orang lain.
BACA JUGA:Mukomuko Miliki 17 Puskesmas, 7 Diantaranya Berstatus Rawat Inap
BACA JUGA:Sudah Lulus PPPK Ingin Konversi Status Jadi PNS, Simak Penjelsanya
Quiet luxury merujuk pada gaya hidup dan mode yang mengutamakan kesederhanaan, kualitas tinggi, serta desain yang tidak mencolok. Berbeda dengan konsep logomania yang menampilkan merek secara eksplisit, tren ini lebih berfokus pada bahan premium, jahitan rapi, dan desain minimalis yang hanya bisa dikenali oleh mereka yang benar-benar memahami keunggulan produk tersebut. Brand seperti The Row, Loro Piana, Brunello Cucinelli, dan Bottega Veneta menjadi contoh utama dari tren ini, di mana produk mereka tetap eksklusif tanpa perlu menggunakan logo besar atau motif mencolok.
Salah satu faktor yang mendorong tren quiet luxury adalah perubahan cara pandang terhadap status sosial dan kemewahan. Konsumen kelas atas kini lebih menghargai keunikan dan personalisasi daripada sekadar membeli barang dengan logo mencolok. Pandemi juga menjadi katalisator perubahan ini, karena banyak orang mulai lebih menghargai kenyamanan, kepraktisan, dan gaya hidup yang lebih autentik. Selain itu, banyak figur publik, seperti Gwyneth Paltrow dan keluarga Roy dalam serial Succession, menjadi ikon dari tren ini, memperkuat citra bahwa kesederhanaan yang mahal lebih bernilai daripada kemewahan yang berlebihan.
BACA JUGA:Desa Lubuk Gedang Naik Status Mandiri
Fenomena quiet luxury telah memengaruhi industri fashion dan gaya hidup secara luas. Banyak brand mewah kini mulai mengurangi penggunaan logo besar dan menggantinya dengan desain yang lebih subtil dan elegan. Selain itu, kualitas dan keberlanjutan juga menjadi faktor utama dalam tren ini. Konsumen lebih memilih barang yang dapat bertahan lama daripada tren musiman yang cepat berubah. Dengan demikian, quiet luxury juga mendukung konsep slow fashion, yang lebih ramah lingkungan dan bertanggung jawab secara etis.
Quiet luxury bukan sekadar tren mode, tetapi juga refleksi dari pergeseran budaya dalam melihat kemewahan. Di era di mana konsumsi berlebihan semakin dipertanyakan, kesederhanaan yang berkualitas tinggi menjadi simbol baru dari status sosial. Dengan fokus pada kehalusan, keunikan, dan ketahanan jangka panjang, quiet luxury menjadi bukti bahwa gaya hidup mewah tidak selalu harus mencolok, tetapi cukup dengan elegansi yang berbicara dalam diam.
BACA JUGA:Naik Status Mandiri 3 Desa Di Sungai Rumbai Diekspos
Referensi:
• Kapferer, J. N., & Bastien, V. (2012). The Luxury Strategy: Break the Rules of Marketing to Build Luxury Brands. Kogan Page Publishers.
• Twitchell, J. B. (2002). Living It Up: America’s Love Affair with Luxury. Columbia University Press.
• McKinsey & Company (2023). The State of Fashion 2023: Reshaping Luxury.
Kategori :