Keajaiban Arsitektur Berkelanjutan Bangunan yang Bernafas Seperti Alam

Selasa 28 Jan 2025 - 13:00 WIB
Reporter : Fahran
Editor : Ahmad Kartubi

KORANRM.ID - Dalam era perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan, arsitektur berkelanjutan muncul sebagai solusi yang menghubungkan manusia dengan alam. Konsep ini melampaui sekadar membangun struktur yang hemat energi; arsitektur berkelanjutan berupaya menciptakan bangunan yang beradaptasi dengan lingkungan dan bahkan berfungsi seperti organisme hidup. Bangunan ini tidak hanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga untuk melindungi dan memperbaiki ekosistem di sekitarnya. Dari penggunaan bahan ramah lingkungan hingga teknologi yang memungkinkan bangunan “bernafas,” inovasi ini menunjukkan bagaimana desain dapat meniru harmoni yang ada di alam.

Salah satu aspek utama dari arsitektur berkelanjutan adalah bagaimana bangunan tersebut dirancang untuk berinteraksi secara dinamis dengan lingkungannya. Misalnya, beberapa bangunan modern dilengkapi dengan sistem ventilasi alami yang memungkinkan udara segar mengalir melalui interior tanpa memerlukan sistem pendingin buatan. Contohnya adalah Menara Bosco Verticale di Milan, Italia, yang ditutupi oleh lebih dari 20.000 pohon dan tanaman. Bangunan ini tidak hanya menyediakan oksigen bagi lingkungan sekitarnya tetapi juga membantu mengurangi panas dan polusi udara di kota yang padat.

BACA JUGA:Mukomuko Sediakan Dana Rp4,2 Miliar Wujudkan Pembangunan Jembatan Akses ke Desa Rentan Pangan

BACA JUGA:Taman Desa, TPT, JUT Jadi Prioritas Pembangunan di Sumber Makmur Tahun Ini

Teknologi hijau lainnya, seperti panel surya yang dapat disesuaikan dengan arah matahari dan sistem pengolahan air hujan, semakin umum diterapkan dalam desain bangunan berkelanjutan. Salah satu inovasi yang menarik adalah “material pintar” yang memungkinkan dinding bangunan merespons perubahan suhu atau kelembaban. Dengan cara ini, bangunan dapat mengatur suhu dalam ruang secara otomatis, mengurangi kebutuhan energi yang berlebihan. Contohnya adalah The Edge di Amsterdam, sebuah gedung perkantoran yang menggunakan teknologi sensor untuk mengoptimalkan penggunaan energi, pencahayaan, dan kenyamanan penghuni.

Inspirasi arsitektur berkelanjutan juga banyak diambil dari prinsip-prinsip biomimikri, yaitu desain yang meniru proses alami di alam. Salah satu contoh menakjubkan adalah Eastgate Centre di Zimbabwe, sebuah pusat perbelanjaan yang dirancang berdasarkan struktur sarang rayap. Bangunan ini menggunakan sistem ventilasi alami yang meniru cara rayap menjaga suhu dalam sarangnya tetap stabil meskipun cuaca di luar berubah drastis. Hasilnya, gedung ini menghemat hingga 90% energi dibandingkan dengan bangunan konvensional yang menggunakan pendingin udara.

BACA JUGA:Pemdes Resno Bakal Realisasikan 13 Item Bangunan Dari DD 2025

Selain teknologi dan desain, penting juga untuk mempertimbangkan bahan yang digunakan dalam pembangunan. Beton, salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan, memiliki jejak karbon yang signifikan. Oleh karena itu, para arsitek kini mulai beralih ke bahan yang lebih ramah lingkungan seperti kayu laminasi silang (CLT), batu bata daur ulang, dan plastik bio-degradable. Tidak hanya mengurangi emisi karbon, bahan-bahan ini juga menciptakan tampilan estetis yang unik.

Namun, penerapan arsitektur berkelanjutan masih menghadapi tantangan, termasuk biaya pembangunan yang sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan bangunan konvensional. Meski demikian, investasi awal ini dapat diimbangi oleh penghematan energi jangka panjang dan manfaat lingkungan yang signifikan. Selain itu, masih diperlukan lebih banyak kebijakan dan insentif pemerintah untuk mendorong adopsi luas desain berkelanjutan.

BACA JUGA:Pemdes Lubuk Gedang Serahterimakan Empat Bangunan DD TA 2024

Arsitektur yang “bernafas seperti alam” tidak hanya sekadar tren; ini adalah langkah penting menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Bangunan ini bukan hanya tempat tinggal atau bekerja, tetapi juga bagian integral dari ekosistem yang lebih besar. Dengan terus berkembangnya inovasi di bidang ini, arsitektur berkelanjutan memiliki potensi besar untuk mengubah cara manusia membangun dan hidup, menciptakan harmoni antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.

Referensi:

1. Banham, R. (2020). The Architecture of the Well-Tempered Environment. University of Chicago Press.

2. Gissen, D. (2012). Subnature: Architecture's Other Environments. Princeton Architectural Press.

3. Steffen, W., et al. (2015). Planetary Boundaries: Guiding Human Development on a Changing Planet. Science.

4. BBC Future. (2022). How Buildings Can Act Like Living Organisms.

5. ArchDaily. (2023). Sustainable Architecture: Lessons from Biomimicry in Design.

Kategori :