Pengurangan Pupuk Subsidi Mengancam Ekonomi Petani

Pengurangan Pupuk Subsidi Mengancam Ekonomi Petani --

KORAN DIGITAL RM- Pengurangan pupuk subsidi, berpotensi menjadi masalah serius bagi ekonomi petani sawah.  Pasalnya pupuk merupakan kebutuhan utama bagi petani sawah. 

Petani tidak mau ambil risiko dengan mengurangi pemupukan. Mengurangi pupuk, berdampak terhadap hasil panen. 

Petani akan melakukan berbagai upaya demi mendapatkan pupuk. Diantaranya membeli pupuk non subsidi. Bagi yang modalnya terbatas, petani akan 'ngutang' dengan perjanjian bayar setelah panen. 

Jika hasil panen tinggi, petani masih mendapat keuntungan. Sebaliknya, jika hasil rendah, maka hasil hanya untuk membayar hutang. Jika itu terjadi, maka pengurangan pupuk subsidi bisa mengancam ekonomi petani sawah. 

Koordinator Penyuluh (Koorluh) Kecamatan Selagan Raya, Idham, menyampaikan, jatah pupuk subsidi untuk petani di Selagan Raya, hanya 40 Kilogram (Kg) per Hektare (Ha). 

Sedangkan kebutuhan pupuk di lapangan minimal 200 Kg/Ha. Dan pemupukan harus sesuai dengan kebutuhan. 

"Jatah pupuk subsidi hanya 40 kilogram per hektare. Kebutuhan minimal 200 kilogram" ujar Idham baru-baru ini. 

Disampaikan Idham, secara ekonomi, petani di Selagan Raya, masuk dalam kategori menengah ke bawah. 

Untuk menyiasati kebutuhan pupuk, maka petani bekerjasama dengan kios pupuk. Dengan perjanjian bayar setelah panen alias yarnen. 

"Solusi mengatasi kekurangan pupuk sudah ada. Ambil pupuk di  kios, bayar setelah panen," ungkap Idham. 

Disampaikan Idham, produtifitasnya sawah di Selagan Raya, rata-rata berkisar antara 5-6 ton per Ha. 

Pada kondisi tertentu, misalnya serangan hama meningkat, maka hasil panen menurun. 

"Pengurangan jatah pupuk subsidi, secara otomatis menambah biaya tanam. Sedangkan hasil panen cenderung tetap, bahwa bisa menurun," papar Idham. 

Melihat kondisi yang ada, petani tidak bisa tinggal diam atau pasrah dengan keadaan. Harus ada langkah untuk keluar dari masalah ini. 

Tag
Share