Singapura: Proyek Reklamasi Ambisius, Ingin Mengubah Lautan Menjadi Daratan
Singapura, Proyek Reklamasi Ambisius, Ingin Mengubah Lautan Menjadi Daratan.--SCREENSHOT
radarmukomukobacakoran.com - Dalam artikel kali ini, kita akan membahas salah satu negara yang di juluki naga asia, yaitu Singapura. Dilansir dari channel youtube Doczon.
Singapura merupakan salah satu negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia menurut data wordbank. Pada tahun 2020 pendapatan per kapita Singapura tercatat sebesar 59,79,000 dolar atau sekitar Rp800 juta.
Angka pendapatan ini mengalahkan beberapa negara maju lainnya seperti Jepang, Prancis bahkan Jerman.
Padahal secara luas wilayah, Singapura tergolong negara kecil. Luas Singapura hanya 782 km per atau hanya sedikit lebih luas dari kota Jakarta yang memiliki luas 661 km. Singapura juga termasuk satu dari empat Macan atau naga Asia selain Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan.
Empat naga Asia adalah julukan untuk negara yang menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi, serta pengembangan industri cepat pada awal tahun 1960-an hingga tahun 1990-an.
BACA JUGA:Gelar Musdesus, Ini Jumlah Calon KPM BLT-DD Agung Jaya Tahun 2025
Selain sektor ekonomi yang sangat maju, salah satu fakta menarik dari Singapura adalah sejarah reklamasi daratan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Reklamasi adalah proses menambah daratan baru dengan menimbun perairan sekitar terdapat beberapa cara.
Untuk melakukan reklamasi cara paling sederhana adalah dengan mengimpor dan menimbun batuan besar atau semen ke perairan, kemudian menimbun tanah liat hingga mencapai ketinggian daratan yang diinginkan.
Singapura telah melakukan reklamasi pantai sejak tahun 1962. Reklamasi tersebut dilakukan untuk mengantisipasi perkembangan penduduk dan pertimbangan ekonomi bisnis di tengah wilayah daratan yang cukup sempit. Reklamasi pantai yang dilakukan pada hampir semua Pantai Singapura telah berhasil memperluas wilayah daratannya.
Padahal pada awal kemerdekaan Singapura hanya memiliki luas wilayah km² namun pada tahun 2000-an luas wilayah daratan Singapura telah mencapai km² dan sampai saat ini reklamasi tersebut terus berlanjut.
BACA JUGA:Janji Tinggal Janji Goro-gorong Desa Medan Jaya Makin Parah
Dan rencananya baru akan dihentikan pada tahun 2035 proyek reklamasi tentu memerlukan material timbunan dan untuk perairan dangkal.
Di sekitar Singapura pasir merupakan opsi terbaik untuk reklamasi, sayangnya Singapura justru menggunakan terlalu banyak pasir sehingga menghabiskan stok pasir dalam negeri karena itu mereka berusaha mengimpor pasir dari negara-negara sekitar demi memenuhi kebutuhan reklamasi.
Sayangnya seiring berjalannya, proses reklamasi sumber pasir bangunan semakin langka. Pada tahun 1997 Malaysia mengumumkan akan larangan ekspor pasir. Kemudian pada tahun 2007 Indonesia juga melarang ekspor pasir ke Singapura. Larangan ini dipicu oleh terjadinya ketegangan antara Singapura dan Indonesia terkait pulau-pulau di antara kedua negara ini.
Kabarnya penambangan pasir hampir melenyapkan pulau-pulau tersebut padahal pada tahun itu lebih dari 90% pasir impor Singapura berasal dari Indonesia.
Larangan dari Malaysia dan Indonesia menaikkan biaya konstruksi sehingga memaksa pemerintah Singapura untuk mencari sumber pasir baru.
Singapura terus mencari sumber karena negara-negara tetangganya juga melarang ekspor pasir. Lalu pada tahun 2009 Vietnam mengikuti jejak Malaysia dan Indonesia dengan melarang ekspor pasir ke Singapura. Pada tahun yang sama Kamboja juga melarang ekspor pasir tetapi tidak secara total seperti negara-negara lain meski pasir dari dasar laut boleh diekspor namun pasir sungai tidak boleh lagi dikeruk dan diperjualbelikan.
BACA JUGA:Bukan Indonesia, Negara Ini Yang Paling Padat Penduduk di Dunia
Beberapa sungai yang secara alami terisi endapan pasir karena dekat dengan laut dikecualikan dari larangan tersebut tetapi meski dibatasi saat ini Kamboja merupakan pemasuk pasir utama bagi Singapura sebagai pemasuk 25% pasir Singapura di tahun 2010. Kamboja mengalami perubahan ekosistem yang drastis setelah sungai tatai yang dikecualikan dari larangan mulai digali pada tahun 2010 jumlah tangkapan ikan kepiting dan lobster warga setempat berkurang sebesar 85%.
Jumlah wisatawan juga berkurang karena kebisingan proyek yang meningkat. Karena itu, warga Kamboja meminta penambangan pasir untuk dihentikan. Selain menimbulkan kerusakan ekosistem reklamasi pantai yang dilakukan Singapura tersebut menimbulkan dampak lain yang tidak kalah serius, yaitu terkait penentuan batas maritim antara Indonesia dan Singapura.
Reklamasi tersebut menyebabkan batas maritim antara Indonesia dan Singapura bergeser ke arah selatan. Menurut hukum internasional hal ini dimungkinkan karena batas maritim kedua negara belum selesai ditentukan dan dimungkinkannya Singapura menggunakan titik pangkal baru dari daratan hasil reklamasinya dalam penentuan batas maritim tersebut.
Sedangkan batas maritim bagian tengah yang telah ditetapkan secara hukum tidak akan bergeser karena perjanjian tentang batas bersifat final dan tidak dapat diubah.
BACA JUGA:Sepatu Basa Saat Musim Hujan, Ini 4 Cara Mengeringkan Sepatu Tanpa Cahaya Matahari
Reklamasi pantai yang menyebabkan pergeseran batas maritim antara Indonesia dan Singapura tersebut membawa keuntungan bagi Singapura karena luas wilayah dan kedaulatan teritorialnya dapat bertambah. Dan sebaliknya reklamasi pantai Singapura membawa kerugian bagi pihak Indonesia.