"Menggonggong" Sebagai Hukuman Aksi Orang Tua di Surabaya Picu Polemik Pendidikan
Menggonggong" Sebagai Hukuman Aksi Orang Tua di Surabaya Picu Polemik Pendidikan--Screenshot dari web
radarmukomukobacakoran.com-Kejadian tak terduga terjadi di Surabaya, di mana seorang pengusaha memaksa sejumlah siswa untuk bersujud dan menggonggong seperti anjing. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk pembalasan atas ejekan yang diterima anaknya di sekolah. Peristiwa ini pun viral di media sosial dan memicu perdebatan sengit tentang peran orang tua dalam pendidikan dan cara yang tepat dalam menghadapi konflik anak di sekolah.
BACA JUGA:Kurun 2024, Dinas Perikanan Keluarkan 2.000 Rekomendasi Pembelian BBM
BACA JUGA:Edwar Sindir Renjes, Dibalas ‘’Uppercut’’
BACA JUGA:Mukomuko Siapkan Usulan UMK 2025
Ejekan di Sekolah Berujung Perlakuan Tak Manusiawi
Kisah ini bermula dari ejekan yang diterima anak pengusaha tersebut di sekolah. Merasa anaknya diperlakukan tidak adil, sang pengusaha pun bertindak impulsif dengan mendatangi sekolah dan melakukan tindakan yang tidak pantas kepada para siswa.
Ia memaksa para siswa yang dianggap telah mengejek anaknya untuk bersujud di hadapannya dan menggonggong seperti anjing. Aksi ini dilakukan di depan umum, menarik perhatian warga sekitar yang terkejut melihat kejadian tersebut.
Tanggapan Psikolog: Orang Tua Harus Beri Kesempatan Anak untuk Belajar
Kasandra A Putranto, seorang psikolog klinis, menyoroti pentingnya peran orang tua dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk mengatasi masalah mereka sendiri. Menurut Kasandra, anak-anak perlu belajar untuk membangun ketangguhan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
"Belajar menghadapi perlakuan dari orang lain merupakan bagian penting dalam perkembangan anak," ujar Kasandra. "Anak-anak perlu belajar membedakan hal baik dan buruk, membela diri, dan menangkal pengaruh buruk saat menghadapi perlakuan tidak menyenangkan dari orang lain."
Kasandra juga menekankan bahwa orang tua yang membiarkan anak menyelesaikan konfliknya sendiri bukan berarti tidak peduli. Justru, hal ini mengajarkan anak untuk mengetahui kapan mereka harus bertindak dan membela diri.
"Orang tua bisa lebih dulu menilai seberapa besar masalah yang dihadapi anak," jelasnya. "Jika masalahnya masih bisa diatasi sendiri oleh anak, maka orang tua bisa sekadar mengamati tanpa terlibat langsung."
Tindakan Orang Tua yang Tidak Bijaksana
Aksi pengusaha tersebut menimbulkan kecaman dari berbagai pihak. Warga sekitar menilai tindakannya tidak bijaksana dan tidak pantas. Mereka mempertanyakan sikap pengusaha yang tidak mampu mengendalikan emosi dan malah memperkeruh suasana dengan memaksa anak-anak lain untuk bersujud dan menggonggong.
"Memang anak saya salah, tapi tolong," ujar seorang bapak yang diduga sebagai orang tua murid yang dipaksa bersujud dan menggonggong. "Kenapa kau bilang kita cari sensasi? Yang cari sensasi itu anakmu, anji**."
Polisi Turun Tangan, Mediasi Dilakukan
Peristiwa ini pun menarik perhatian polisi. Polrestabes Surabaya menyatakan bahwa kasus ini telah ditangani dan para pihak telah membuat kesepakatan damai. Namun, kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana cara yang tepat dalam menghadapi konflik anak di sekolah dan peran orang tua dalam pendidikan.
Pelajaran Berharga dari Kisah di Surabaya
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi semua orang tua. Penting untuk mengajarkan anak-anak untuk bersikap dewasa dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Ketika anak menghadapi masalah di sekolah, orang tua perlu mendukung dan membimbing anak untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara yang tepat, bukan dengan melakukan tindakan yang merugikan orang lain.
Membangun Budaya Toleransi dan Empati di Sekolah
Peristiwa ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya membangun budaya toleransi dan empati di lingkungan sekolah. Ejekan dan perundungan di sekolah merupakan masalah serius yang harus ditangani dengan bijaksana. Sekolah dan orang tua perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua siswa.
Aksi pengusaha di Surabaya merupakan contoh buruk bagaimana orang tua tidak mampu mengendalikan emosi dan malah melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Kisah ini mengingatkan kita tentang pentingnya mengajarkan anak-anak untuk bersikap dewasa dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Kita juga perlu membangun budaya toleransi dan empati di lingkungan sekolah untuk mencegah terjadinya perundungan dan konflik yang merugikan semua pihak.