Usai Monev, Camat: Kekurangan Administrasi Menjadi "Penyakit Kronis"
Usai Monev, Camat: Kekurangan Administrasi Menjadi "Penyakit Kronis"--
KORAN DIGITAL RM- Monitoring dan Evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) 2023 di Kecamatan Penarik, baru saja selesai. Hasilnya sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Mayoritas desa belum lengkap secara administrasi. Hal ini menjadi catatan serius bagi tim Monev. Pasalnya membuat Surat Pertanggungjawaban (SPj) APBDes merupakan pekerjaan rutin setiap tahun.
Camat Penarik, Khairul Saleh, SKM, MM mengistilahkan bahwa ketidaklengkapan administrasi APBDes sudah menjadi penyakit kronis. Sulit diobati. Oleh karena itu, dalam setiap Monev, tim selalu mengingatkan hal-hal yang perlu dilengkapi.
BACA JUGA:Kades MMS Sampaikan LKPJ Secara Terbuka
"Ketidaklengkapan administrasi terjadi di semua desa. Ini seperti penyakit kronis. Masih bisa sembuh, tapi susah," ujar Khairul.
Bagaimana dari segi fisik? Bicara mengenai fisik, kata camat, desa sudah pintar membangun. Dari empat belas desa yang ada di Kecamatan Penarik, semua tuntas 100 persen. Volume cukup, bahkan banyak yang lebih. Namun demikian, ada beberapa desa yang harus melakukan perubahan gambar. Pasalnya hasil bangunan tidak sama persis dengan gambar. Kesalahan seperti ini tidak fatal, karena tidak mengurangi volume.
"Dana desa tidak sama dengan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, red). Kalau dana desa boleh ada gambar purna karya, kalau APBD tidak," tambah Khairul.
Mengenai program ketahanan pangan, secara umum baik. Hanya saja, ada beberapa desa yang tidak terserap 100 persen. Kendala yang dihadapi, adanya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Hal itu membuat desa ragu saat akan belanja sapi. Dana yang tidak terpakai tahun ini masuk dalam Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan bisa digunakan pada tahun anggaran berikutnya.
BACA JUGA:Distan Dukung Penuh Pengembangan Pangan Organik
"Ada desa yang SiLPA-nya lumayan besar, tapi tidak melampaui angka minimal," papar Khairul.
Kades Marga Mulya Sakti (MMS) Kecamatan Penarik, Mulyono, mengatakan perangkatnya kerap bingung karena aturan yang selalu berubah. Ia mengatakan, aturan yang lama belum hafal, sudah ada aturan baru.
"Peraturan berubah terus, ini membuat kami di desa bingung," demikian Mulyono.*