Sawit di Indonesia Bisa Terancam Punah
Sawit di Indonesia Bisa Terancam Punah.-Dedi Sumanto-Radar Mukomuko
koranrm.id - Pengembangan kelapa sawit di wikayah Indonesia beberapa tahun terakhir cukup pesat. Namun, ada salah satu ancaman besar yang bisa membuat 15 hingga 20 tahun kedepan kelapa sawit di Indonesia tidak ada lagi. Yaitu serangan OTP terutama penyakit Genoderma. Jika penyakit ini tidak bisa diatasi dalam 15-20 tahun kedepan, maka tahun 2060 hingga 2070 kelapa sawit di Indonesia bisa sudah tidak ada lagi atau punah. Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma, Baginda Siagian, pernah mengatakan, bahwa Ganoderma berkembang biak lewat spora di dalam tanah. Seperti kapal selam yang tidak terlihat dipermukaan tetapi berbahaya. Ganoderma juga tidak kelihatan, tetapi tiba-tiba menyebar banyak menyerang tanaman kelapa sawit hingga tumbang.
Ditjenbun menyerahkan pada ahli untuk mencari cara yang paling efektif dan efisien untuk mengendalikan Ganoderma. Pembiayaan penelitian dilakukan oleh BPDP. Salah satu dukungannya adalah eksplorasi Sumber Daya Genetik ke Tanzania untuk mendapatkan keragaman genetik yang lebih besar dan digunakan untuk pemuliaan. Salah satu hasil pemuliaan diharapkan ada varietas sawit yang lebih tahan terhadap Ganoderma. Dampak Perubahan Iklim juga tidak bisa diabaikan, menyangkut ketersediaan air dan daya dukung lingkungan. Kombinasi Dampak Perubahan Iklim dan Ganoderma membuat 41 persen lahan tidak bisa ditanami sawit tahun 2050 dan 100 persen pada tahun 2100. Masalah lainnya adalah masih tingginya penggunaan benih sawit ilegitim. Hasil survey di wilayah Sumsel, sekitar 45 persen petani rakyat swadaya menggunakan benih ilegitim, sedang Riau sampai 71 persen.
Menurutnya, sampai 20 hingga 30 tahun mendatang, sawit masih menjadi komoditas minyak nabati dunia. USDA memproyeksikan sampai tahun 2045 konsumsi dan produksi minyak sawit lebih besar dari minyak nabati lainnya. Produktivitas sawit per Hektar (Ha) lahan lebih besar dari minyak nabati lainnya, menggantikan sawit dengan minyak nabati lain dengan membutuhkan lahan yang lebih besar dan lebar. Selain itu pemerintah juga akan hadir untuk bisa mengendalikan jenis penyakit yang bisa memusnahkan kelapa sawit di Indonesia. "Pemerintah berupaya untuk menjaga supaya produktivitas sawit jangan sampai turun. Sekarang permintaan minyak sawit untuk biodesel semakin meningkat. Dalam kondisi produksi stagnan saat ini, maka kemungkinan besar kedepan jumlah ekspor yang akan berkurang," katanya.
Berdasarkan data yang terhimpun, tahun 2023 produksi CPO 50,36 juta ton, untuk biodiesel 11,7 juta ton, minyak goreng 4,01 juta ton, produk lainnya 8,35 juta ton, total kebutuhan dalam negeri 24,06 juta ton, ekspor 31,17 juta ton. Kemudian pada tahun 2024 produksi CPO 49,05 juta ton, untuk biodiesel 12,53 juta ton, minyak goreng 4,12 juta ton, kemudian prodak lain kebutuhannya diproyeksikan 6,93 juta ton, total kebutuhan domestik 25,74 juta ton, dan kebutuhan khusus ekspor 30,05 juta ton. Ditahun 2025 ini, diperkirakan produksi CPO naik menjadi 50,29 juta ton, kebutuhan biodiesel 14,75 juta ton, kebutuhan minyak goreng 4,15 juta ton, produk lain 6,03 juta ton, total kebutuhan dalam negeri diproyeksikan 25,82 juta ton, ekspor 29,33 juta ton.
Proyeksi ditahun 2026 nanti, diperkirakan produksi CPO 51,13 juta ton, kebutuhan biodiesel 18,99 juta ton, kebutuhan minyak goreng 4,18 juta ton, produk lain 6,29 juta ton, total konsumsi dalam negeri 29,45 juta ton, dan ekspor tinggal 26,63 juta ton atau terendah sejak tahun 2020. "Kita butuh produktivitas yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Dengan posisi ini sudah seharusnya Indonesia menjadi penentu harga minyak sawit dunia. Masalahnya produktivitas rata-rata masih 3,52 ton per Ha. Sekarang tidak usah muluk-muluk produktivitas naik 7-10 to per Ha, bisa menaikkan 5 ton saja sudah bagus. Kalau produktivitas tidak naik sampai 2045 ekspor minyak sawit Indonesia akan turun," papar Baginda.
Untuk diketahui, penyakit Ganoderma pada kelapa sawit adalah penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense, yang menyerang akar dan pangkal batang, menyebabkan penurunan produksi hingga kematian tanaman. Gejalanya antara lain daun menguning atau layu, pelepah tidak lagi terlihat membuka dengan sempurna, dan munculnya tubuh buah jamur di pangkal batang. Penyakit ini sulit diobati dan dapat menyebar melalui akar, sisa tanaman, atau media tanam yang terinfeksi.