Masyarakat Mukomuko Banyak Cuci Dara Diduga Sering Makanan Dan Minuman Ini

Sebelum Ginjal Rusak, 7 Cara Membersihkan Ginjal Secara Alami No 3 dan 5 Wajib Tahu--screnshoot dari web

koranrm.id - Semakin banyak masyarakat Mukomuko harus berhadapan dengan penyakit ginjal, bahkan bergantung pada mesin cuci darah untuk bertahan hidup.

Data dari Dinas Kesehatan Mukomuko menunjukkan tren meningkatnya pasien gagal ginjal dalam beberapa tahun terakhir. 

Rumah sakit daerah yang dulunya jarang melakukan cuci darah, kini memiliki ruang hemodialisis yang hampir selalu terisi penuh. 

Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Para dokter spesialis penyakit dalam menegaskan bahwa gaya hidup, terutama pola makan dan minum, memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan ginjal.

Ginjal adalah organ yang bekerja tanpa henti, menyaring racun, mengatur cairan, dan menjaga keseimbangan mineral dalam tubuh. Ketika beban kerjanya terlalu berat akibat makanan tinggi garam, minuman manis berlebihan, atau asupan zat kimia berbahaya, perlahan tapi pasti ia melemah. 

Saat ginjal kehilangan kemampuan menjalankan fungsinya, jalan terakhir yang tersedia hanyalah cuci darah atau transplantasi dua pilihan yang berat bagi masyarakat daerah dengan akses dan biaya terbatas.

Di pasar tradisional Mukomuko, gorengan selalu ramai diserbu. Pisang goreng, tahu isi, hingga bakwan yang renyah memang sulit ditolak. 

Makanan ini kaya minyak, seringkali digoreng dengan minyak yang dipakai berulang kali. Menurut dokter, konsumsi minyak jelantah secara terus-menerus meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah, yang berujung pada hipertensi salah satu pemicu utama gagal ginjal.

Tidak berhenti di situ, konsumsi mie instan sudah menjadi budaya praktis. Hampir setiap rumah menyimpan stok mie dalam kardus. Rasanya gurih dan cepat disajikan, cocok bagi pekerja kebun sawit atau nelayan yang pulang dengan badan lelah. 

Namun, di balik rasa gurih itu tersembunyi kandungan natrium yang tinggi. Jika dikonsumsi berlebihan, natrium membuat tekanan darah melonjak, membebani kerja ginjal, dan perlahan mengikis kesehatannya.

Masyarakat juga akrab dengan minuman berenergi dan minuman manis dalam kemasan. Botol plastik dengan warna mencolok itu menjadi teman kerja di ladang, karena diyakini mampu mengembalikan tenaga dengan cepat. 

Padahal, kandungan gula yang tinggi di dalamnya menjadi musuh tersembunyi. Kadar gula darah yang tidak terkendali meningkatkan risiko diabetes, penyakit yang sering berujung pada gagal ginjal kronis.

Kopi yang menjadi kebanggaan daerah juga tak luput dari sorotan. Kopi hitam sebenarnya tidak berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah wajar. Tetapi kebiasaan menambahkan gula berlebih dalam setiap cangkir membuatnya berisiko. 

Satu hari, seseorang bisa meminum empat hingga lima gelas kopi manis, setara dengan asupan gula harian yang jauh melebihi batas anjuran kesehatan.

Menurut  spesialis penyakit dalam yang bertugas di RSUD Mukomuko, lebih dari 60 persen pasien gagal ginjal yang ia tangani memiliki riwayat hipertensi dan diabetes. 

Keduanya erat kaitannya dengan konsumsi makanan tinggi garam serta minuman manis. Ia menegaskan, pencegahan jauh lebih murah dibandingkan pengobatan. Satu kali cuci darah bisa memakan biaya ratusan ribu hingga jutaan rupiah, belum termasuk beban emosional bagi keluarga.

Halo Dokter, salah satu portal kesehatan yang sering dijadikan rujukan, juga mencatat bahwa konsumsi makanan cepat saji, minuman bersoda, serta makanan tinggi pengawet mempercepat kerusakan ginjal. 

Sementara WHO merekomendasikan asupan garam harian tidak lebih dari 5 gram, rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia mencapai dua kali lipat dari batas itu.

Di sebuah desa di Mukomuko, kisah Pak Rusdi (57 tahun) menjadi cermin. Ia dulunya seorang petani sawit yang terbiasa makan nasi dengan mie instan dan kopi manis setiap hari. 

Ketika tubuhnya mulai bengkak dan mudah lelah, barulah ia sadar ada yang tidak beres. Setelah diperiksa di rumah sakit, dokter menyatakan ginjalnya hanya berfungsi 15 persen. Kini, ia harus menjalani cuci darah dua kali seminggu, sebuah rutinitas yang membuat hidupnya berubah drastis.

Cerita serupa bukan hanya dialami oleh satu orang. Banyak keluarga di Mukomuko kini memiliki anggota yang bergantung pada hemodialisis. Kondisi ini tidak hanya menguras tenaga dan biaya, tetapi juga menimbulkan beban psikologis. Keluarga harus mengatur ulang kehidupan sehari-hari, karena sebagian waktunya habis mendampingi ke rumah sakit.

Melihat kenyataan ini, Dinas Kesehatan Mukomuko mulai gencar melakukan penyuluhan. Program kampanye  Kurangi Garam, Batasi Gula, Hindari Lemak  diperkenalkan di sekolah-sekolah, posyandu, hingga kelompok tani. Harapannya, kesadaran akan pola makan sehat bisa tumbuh sejak dini.

Beberapa puskesmas kini rutin memeriksa tekanan darah dan gula darah masyarakat, untuk mendeteksi dini risiko gagal ginjal. 

Dokter-dokter setempat juga mendorong masyarakat kembali pada pola konsumsi tradisional: memperbanyak sayur segar, ikan laut, serta air putih dibandingkan makanan instan atau minuman kemasan.

Namun, perubahan kebiasaan bukan perkara mudah. Kebiasaan makan yang sudah mengakar puluhan tahun tidak bisa diubah dalam semalam. Diperlukan konsistensi, edukasi berkelanjutan, serta teladan dari tokoh masyarakat agar gaya hidup sehat benar-benar diterima sebagai kebutuhan.

Kesehatan ginjal sejatinya bukan hanya urusan medis, melainkan juga persoalan budaya hidup. Jika masyarakat Mukomuko ingin terhindar dari beban berat hemodialisis, kesadaran kolektif harus dibangun. 

Warung kopi bisa tetap hidup, tetapi dengan pilihan sajian yang lebih sehat. Pasar tradisional bisa tetap ramai, sambil menghadirkan variasi makanan bergizi rendah garam dan rendah lemak.

Sumber berita:

- Dinas Kesehatan Kabupaten Mukomuko, Laporan Tahunan Kesehatan Daerah (2024).

- Halo Dokter, Pola Makan dan Risiko Gagal Ginjal Kronis (2023).

- Kementerian Kesehatan RI, Pencegahan Penyakit Tidak Menular melalui GERMAS (2024).

- WHO, Salt Reduction and Kidney Health (2023).

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan