PAGPAG, Makanan dari Sampah Menjadi Favorit Separuh Penduduk Kota Filipina
PAGPAG, Makanan dari Sampah Menjadi Favorit Separuh Penduduk Kota Filipina.--Sceenshot
koranrm.id - Ketika sebagian besar orang memandang jijik terhadap sampah. Sebagian yang lain justru menilainya bagaikan emas yang menjadi sumber kehidupan. Umumnya mereka mengais sampah logam, plastik, alumunium, kertas, kaleng serta botol.
Di mana Jenis sampah itu mereka urai sebelum akhirnya dijual dan dikirim ke pabrik daur ulang. Dilansir dari channel youtube Doczon, hal serupa juga dilakukan oleh orang-orang miskin di Manila ibu kota Filipina yang mencari nafkah dengan menjual sampah. Namun demikian Mereka menjual Jenis sampah yang berbeda. Sampah yang mereka jual adalah sampah makanan yang mereka pungut dari lokasi pembuangan. Kemudian dibersihkan dengan air untuk dimasak, lalu disajikan kembali sebagai hidangan baru yang disebut dengan Pakpak.
Pakpak adalah makanan khas Manila Filipina yang dibuat dari sisa-sisa makanan yang telah dibuang dari restoran siap saji. Makanan ini dibersihkan yang kemudian dijual kembali dengan harga yang cukup murah. Satu kantung Pakpak dijual dengan harga 26 peso atau sekitar Rp 7000. Sementara daging yang sudah dimasak menjadi makanan baru dibandrol seharga 10 peso atau sekitar Rp3.000 untuk permangkoknya. Munculnya fenomena makanan Pakpak di Filipina telah berlangsung sejak lama yang hal ini dipicu oleh faktor yang cukup lomplek. Sekedar untuk diketahui, jutaan warga menderita kelaparan serta kekurangan gizi. Menurut laporan kelaparan dunia dari jumlah penduduk Filipina yang mencapai sekitar 115 juta orang terdapat sekitar 14 juta warga Filipina yang mengalami kelaparan dan sebanyak 1 juta orang yang lainnya mengalami ketidakpastian pangan. Dijumlahkan angka ini akan hampir dari total populasi negara ini.
BACA JUGA:Dimonev Kecamatan, 2 Item Bangunan Desa Gading Jaya Siap Serahterimakan
Filipina memang masih tergolong negara yang berkembang, kendati perekonomian negara ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Masalah kemiskinan tetap menjadi isu yang utama. Menurut data Bank Dunia pada tahun 2006 sekitar 26,6% dari total populasi Filipina berada di bawah garis kemiskinan nasional. Namun angka ini terus menurun menjadi 23,5% pada tahun 2015 dan pada tahun 2021 Angka kemiskinan mencapai 18,1%.
Fenomena kemiskinan ini juga mengakibatkan munculnya kawasan kumuh. Dimana banyak orang-orang miskin tinggal di kawasan tersebut. Fenomena kawasan kumuh menjadi persoalan yang serius dan memicu timbulnya beragam persoalan. Salah satunya munculnya fenomena makanan Pakpak. Kawasan kumuh ini umumnya terletak di wilayah Metro Manila seperti di Tondo payatas dan San Andreas di kota-kota besar. Terutama Metro Manila kawasan kumuh menjadi semakin banyak dan populer. Bahkan data statistik tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 43% dari total penduduk perkotaan Filipina tinggal di kawasan kumu dan ini berarti bahwa hampir setengah dari penduduk perkotaan Filipina tinggal di kawasan kumuh.
Pakpak telah muncul sekitar 40 tahun yang lalu tepatnya ketika wilayah payatas di Filipina. Dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah yang terbesar kala itu, banyak orang yang bermigrasi ke payatas untuk mencari nafkah. Mereka yang bermigrasi dan tidak memiliki keterampilan yang layak untuk dijual, umumnya menjadi pengepul sampah dengan melakukan pemilahan barang daur ulang dari tumpukan sampah.
Fenomena ini terus berkembang seiring bertambahnya tumpukan sampah di payatas sehingga semakin banyak orang yang datang untuk menggantungkan hidupnya di pembuangan sampah.
BACA JUGA:Kekuatan Militer Thailand vs Kamboja
Kendati demikian pada sekitar tahun 2000 terdapat sebuah insiden yang memilukan dipayatas, tumpukan sampah yang menggunung di tempat pembuangan sampah mengalami longsor dan naasnya banyak orang yang bekerja di tempat ini menjadi korban oleh longsoran itu. Bahkan diperkirakan terdapat sekitar 200 hingga 1000 orang kehilangan nyawa dalam tragedi ini. Setelah kejadian itu tempat pembuangan sampah tersebut ditutup untuk sementara waktu. Namun demikian orang sekitar yang menggantungkan hidup pada payatas melakukan protes besar. Sebab penutupan tempat tersebut membuat mereka kehilangan sumber penghasilan.
Akhirnya warga menuntut agar tempat pembuangan sampah dibuka kembali agar mereka bisa kembali menyambung hidup. Perlahan para pengepul sampah tidak hanya mencari barang-barang bekas tetapi juga mencari sisa-sisa makanan yang masih dapat didaur ulang. Sisa makanan ini disebut dengan Pakpak yang secara harfiah berarti menghilangkan debu atau kotoran.
Dalam kondisi di mana sumber daya sangat terbatas, Pakpak telah menjadi alternatif yang nyata bagi mereka yang tinggal di daerah kumuh untuk memenuhi kebutuhan serta menyambung hidup kembali.