Strawberry Moon & Aesthetic Challenge: Tren Visual Viral di Media Sosial

“Strawberry Moon & Aesthetic Challenge: Tren Visual Viral di Media Sosial”--screenshot dari web.

KORANRM.ID - Langit malam bulan Juni 2025 menyuguhkan pemandangan yang tak hanya memikat para astronom, tapi juga memicu ledakan tren baru di dunia maya. Fenomena alam yang dikenal sebagai Strawberry Moon muncul, memancarkan rona jingga kemerahan di cakrawala senja. Alih-alih hanya dinikmati sebagai momen langit biasa, generasi muda mengubahnya menjadi panggung visual kolektif. Media sosial, terutama TikTok dan Instagram, dipenuhi unggahan bertema bulan stroberi, dilengkapi dengan tantangan estetik yang membanjiri linimasa global: dari visual dresscode serba pink blush, montase bulan dengan latar musik etereal, hingga video sinematik yang memadukan gerak lambat dan kutipan puisi digital.

Fenomena Strawberry Moon sendiri bukanlah sesuatu yang baru dalam kalender astronomi. Ini adalah julukan yang diberikan suku asli Amerika untuk menyebut bulan purnama pada awal musim panas, waktu yang bersamaan dengan panen stroberi liar. Namun yang membuatnya spesial di era digital ini adalah bagaimana generasi Z dan milenial mengemasnya sebagai momentum estetik yang kolektif. Tidak sekadar dokumentasi, tetapi narasi visual yang estetis, penuh emosi, dan sangat bisa dibagikan (shareable).

Tren ini berakar dari budaya aesthetic challenge yang kini menjadi pilar utama dalam strategi pertumbuhan algoritmik media sosial. Di TikTok, tagar seperti #StrawberryMoon2025 dan #MidnightAesthetic mencapai jutaan unggahan hanya dalam dua hari. Ribuan kreator konten berlomba menampilkan kreativitas terbaik mereka dalam memotret atau merekam interaksi dengan fenomena langit malam ini. Ada yang memilih teknik slow exposure dengan ponsel berkamera tinggi, ada pula yang menyandingkannya dengan outfit, makanan, bahkan puisi yang dibuat menggunakan AI, semuanya disatukan dalam kerangka estetika yang lembut dan menghipnotis.

Daya tarik utama dari tantangan ini bukan hanya pada visualnya yang menawan, tetapi juga karena memberi ruang kolaboratif bagi banyak genre kreatif: fotografer, desainer visual, fashion influencer, hingga penyair digital. Banyak brand kecantikan dan lifestyle pun tak ketinggalan menumpang tren ini. Mereka meluncurkan kampanye produk edisi terbatas bertema Strawberry Moon, lengkap dengan palet warna pastel dan aroma buah beri. Komersialisasi ini tidak memadamkan orisinalitas, justru memperkaya palet narasi sosial yang sedang berkembang.

Yang membedakan tren ini dari tren visual sebelumnya adalah bagaimana teknologi turut memainkan peran penting. Banyak unggahan menggunakan filter berbasis AI yang secara otomatis menyesuaikan warna dan cahaya malam menjadi tampak seperti dalam film. Aplikasi pengeditan berbasis pembelajaran mesin seperti Lensa AI atau Runway ML memungkinkan pengguna awam menciptakan montase bulan yang sinematik hanya dalam hitungan menit. Dunia yang dulu membutuhkan kamera DSLR dan waktu berjam-jam kini bisa diwujudkan dalam genggaman tangan.


Pinterest Trend --screenshot dari web.

Dalam konteks budaya digital, fenomena seperti Strawberry Moon Challenge menjadi penanda bahwa konten bukan lagi sekadar sarana hiburan, melainkan juga bentuk partisipasi dalam narasi kolektif generasi. Tren ini menjadi cara baru manusia modern merekam waktu, mengekspresikan perasaan, dan membangun memori sosial. Dalam waktu singkat, dunia menjadi terasa lebih kecil—disatukan bukan oleh bahasa, tetapi oleh warna dan cahaya langit yang sama.

Fenomena ini pun menunjukkan bagaimana alam dan teknologi tidak lagi berada di dua kutub yang berseberangan. Justru, mereka berinteraksi secara harmonis dalam membentuk ekspresi budaya. Anak-anak muda yang dulu dianggap jauh dari alam karena kecanduan layar, kini justru mengarahkan kameranya ke langit, mencari inspirasi dari rotasi bulan dan semburat warna senja. Dari sinilah lahir narasi-narasi baru yang memadukan kosmos dan konten.

Tidak hanya itu, tantangan visual semacam ini turut membangkitkan kesadaran ekologis. Banyak kreator yang menyisipkan pesan lingkungan di balik estetika mereka, seperti pentingnya menjaga langit tetap bersih dari polusi cahaya, atau mendukung pelestarian langit gelap agar generasi mendatang masih bisa menikmati fenomena bulan yang jelas. Di Instagram, beberapa komunitas fotografi langit bahkan menggabungkan konten bulan dengan kampanye pelestarian lingkungan malam, seperti #SaveOurStars dan #DarkSkyForAll.

Secara tidak langsung, tren Strawberry Moon dan tantangan visual estetik ini membuka ruang bagi refleksi budaya yang lebih dalam. Dunia yang bergerak cepat dan penuh informasi kerap membuat orang merasa jenuh dan kehilangan makna. Namun di bawah cahaya bulan yang merona, ribuan manusia berkumpul secara digital untuk merayakan keindahan sederhana—menciptakan semacam ruang hening kolektif di tengah kebisingan digital. Ini adalah contoh nyata bagaimana media sosial tidak selalu menjadi tempat penuh drama dan kontroversi, tetapi juga bisa menjadi ladang kontemplasi dan keindahan bersama.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana setiap individu kini bisa menjadi produsen budaya, hanya dengan gawai di tangan. Tantangan visual berbasis peristiwa langit adalah bentuk sederhana dari visual citizenship—konsep di mana masyarakat global berkontribusi aktif dalam merekam dan menginterpretasi momen kolektif melalui visual. Ini bukan sekadar konten, tetapi bagian dari arsip budaya digital yang mungkin akan dikenang di masa depan sebagai ekspresi era visual yang paling jujur.


“Strawberry Moon & Aesthetic Challenge: Tren Visual Viral di Media Sosial”--screenshot dari web.

Saat Strawberry Moon berlalu dan algoritma menggeser tren ke hal baru, jejak digitalnya tetap tertinggal. Unggahan-unggahan itu akan menjadi arsip estetik yang merekam bagaimana generasi ini menyikapi dunia yang kompleks dengan warna, cahaya, dan metafora visual. Di tengah keresahan global, mereka memilih untuk merayakan—bukan melupakan—bahwa langit masih menawarkan sesuatu yang indah dan universal. Dan dalam setiap frame yang diunggah, selalu ada harapan kecil bahwa keindahan sederhana masih punya tempat di dunia yang semakin digital.

________________________________________

Referensi

• NASA. (2025). Lunar Phases and Phenomena Calendar. Retrieved from https://moon.nasa.gov

• Wong, S. & Kapoor, A. (2023). The Visual Culture of Digital Challenges: Aestheticization of the Everyday. Journal of Social Media & Society, 7(2), 124–138.

• TikTok Newsroom. (2025). Trending Hashtags and Social Impact: June Highlights. Retrieved from https://newsroom.tiktok.com

• Kurniawan, R. (2024). Media Sosial dan Ekspresi Visual Generasi Z: Studi Kasus Indonesia. Jurnal Ilmu Komunikasi Digital, 10(1), 55–72.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan