Harga Tak Kunjung Membaik, Petani Tinggalkan Tanaman Karet

Karet alam hasil kerja keras petani, harga lesu.-Sahad-Radar Mukomuko

koranrm.id — Lesunya harga jual getah karet yang tak kunjung membaik dalam beberapa tahun terakhir membuat banyak petani di Kabupaten Mukomuko mulai meninggalkan tanaman karet sebagai sumber mata pencaharian utama. 

Kondisi ini berdampak pada penurunan luas lahan karet serta menurunnya produksi di wilayah yang dahulu dikenal sebagai sentra komoditas karet.

Sejumlah petani mengaku memilih beralih ke komoditas lain seperti sawit, hortikultura, hingga tanaman pangan, karena dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi. Harga getah karet yang bertahan di kisaran rendah, bahkan tak jarang anjlok, membuat hasil panen tidak mampu menutupi biaya operasional dan perawatan kebun.

“Kalau dihitung, hasil sadap karet sekarang sudah tidak seimbang dengan biaya dan tenaga. Banyak teman-teman yang akhirnya memilih menanam sawit atau tanaman lain yang lebih cepat untung,” ungkap Abdullah, petani karet asal Kecamatan Air Manjuto. 

BACA JUGA:“Staycation Berkonsep AI: Hotel Pintar dengan Pelayanan Digital 24 Jam”

Ia mengatakan, sejak hampir 15 tahun terakhir, harga karet dominan di bawah angka Rp8 ribu per kilogram. Kadang juga semoga menyentuh angka Rp10 ribu per kilogram, tapi biasanya tidak bertahan lama.

"Harga karet ditingkat petani saat ini (Juni 2025) Rp8 ribu per kilogram. Itu getah kotor. Potongan timbangan 5 hingga 10 persen, melihat jenis karetnya," tambah ayah 4 orang anak ini. 

Abdullah juga mempertimbangkan untuk mengganti tanaman karet dengan sawit. Pertimbangan harga sawit cenderung stabil di atas Rp2000,' per kilogram. Pertimbangan lain, untuk mendapatkan hasil, sawit bisa dipanen dua minggu sekali. Sedangkan tanaman karet haus disadap setiap hari. 

"Sawit bisa panen dua minggu sekali. Kalau karet harus setiap hari disadap," ungkap Abdullah. 

BACA JUGA:Angin tropis berembus lembut menyapu wajah para pelancong yang menginjakkan kaki di salah satu sudut Nusantara

Fenomena ini juga diamini oleh pihak Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko. Kepala dinas Fitriani Ilyas menyebutkan bahwa pergeseran pola tanam petani terjadi secara bertahap sejak harga karet tidak stabil dalam beberapa tahun terakhir.

“Kondisi pasar karet memang masih belum membaik. Ini menyebabkan banyak petani yang meninggalkan tanaman karet dan memilih beralih ke komoditas lain yang lebih menguntungkan,” ujar Fitriani.

Dinas Pertanian mengaku terus melakukan pendampingan dan mencari solusi, termasuk upaya diversifikasi pertanian dan mendorong petani untuk tidak bergantung pada satu komoditas saja. Selain itu, upaya kerja sama dengan pihak industri dan pengembangan hilirisasi juga tengah dipertimbangkan untuk meningkatkan nilai tambah hasil karet lokal.

BACA JUGA:Ramuan Herbal Penghilang Nyeri Sendi dan Pegal Linu

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan