3 Negara Ini Terlilit Utang dengan China Indonesia Termasuk Peringkat yang Ini

Hutang.-ilustrasi-

koranrm.id - Setidaknya ada 3 Negara yang pertumbuhan ekonominya bergantungan dengan China. Adapun tiga negara yang berhutang berjumlah besar dengan China, yaitu Pakistan, Indonesia dan turki.

Tiga negara yang penduduknya mayoritas memeluk agama islam ini tercatat memiliki hutang berjumlah yang sangat besar dengan China. Mayoritas hutang negara tersebut diperuntukkan proyek stargetis yang kerja sama dengan Belt And Road Initiative (BRI). Pakistan menempati urutan teratas dalam daftar negara yang paling berutang ke China.

 Berdasarkan estimasi terbaru, total kewajiban keuangan Pakistan kepada China mencapai sekitar USD30 miliar pada 2024. Sebagian besar utang ini dikucurkan melalui proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC), yang mencakup pembangunan jalan, rel kereta api, pelabuhan, dan pembangkit listrik.

Meskipun krusial bagi pertumbuhan ekonomi Pakistan, proyek-proyek CPEC juga menuai kritik. Karena tergantungan yang tinggi terhadap China memicu kekhawatiran akan krisis utang dan menurunnya kedaulatan ekonomi. Dikutip dari beberapa sumber seperti dilansir SindoNews.Com, Pakistan saat ini tengah menghadapi tekanan ekonomi yang berat, termasuk kebutuhan akan bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF).

Kemudian negara urutan kedua yang dengan estimasi utang ke negara China mencapai USD20 miliar atau setara Rp326 triliun, yaitu Indonesia. Sebagian besar pinjaman Indeosmia digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur besar diantaranya seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung, PLTA Batang Toru, dan berbagai pembangunan jalan tol di beberapa wilayah lain. 

Meskipun pemerintah menyatakan proyek-proyek tersebut penting untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang. Namun ada sejumlah pihak mempertanyakan efisiensi, transparansi, serta imbal hasil atas investasi yang dibiayai oleh utang tersebut.

Kritik juga muncul terkait tingginya dominasi tenaga kerja asing asal China dalam proyek besar tersebut. Kemduakan negara yang menempati posisi ketiga paling besar utang ke China yaitu Turki.

Dengan nilai utang ke China diperkirakan mencapai 15 miliar dolar AS. Negara ini menerima pendanaan untuk proyek infrastruktur, sektor energi, dan teknologi digital. Di tengah krisis mata uang lira sekarang ini, ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri termasuk dari China turut memicu kekhawatiran akan kerentanan fiskal. 

Ada sejumlah alasan mengapa negara mayoritas muslim cenderung menerima pinjaman dari China. Salah satunya adalah karena China menawarkan pendanaan besar dengan syarat lebih fleksibel, tanpa tuntutan reformasi politik atau ekonomi yang sering menyertai bantuan dari lembaga seperti IMF atau Bank Dunia. Namun, kemudahan itu datang dengan risiko.

Sejumlah pengamat menilai negara-negara ini bisa terjebak dalam debt trap diplomacy, di mana ketidakmampuan membayar utang membuat negara peminjam harus menyerahkan aset strategis atau kebijakan ekonomi kepada negara yang memberi pinjaman. Sebagai contoh, Sri Lanka, meskipun bukan negara mayoritas Muslim menjadi contoh ekstrem. Negara itu terpaksa menyerahkan pengelolaan Pelabuhan Hambantota kepada China karena gagal bayar utang. 

Kekhawatiran akan serupa menghantui Pakistan dan negara berkembang lainnya yang tergantung pada pembiayaan China.

Selain itu, keterlibatan China dalam proyek-proyek besar juga kerap memicu resistensi lokal. Pakistan dan Indonesia misalnya, sejumlah elemen masyarakat menolak kehadiran masif tenaga kerja asal China, yang dinilai mengurangi peluang kerja bagi warga lokal.

Di tengah dinamika geopolitik yang terus berubah, kerja sama ekonomi dengan China menjadi pilihan strategis bagi banyak negara berkembang. Namun, para pemangku kebijakan dituntut untuk cermat agar utang luar negeri tidak jadi jebakan yang menghambat kemandirian ekonomi nasional. Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan