radarmukomukobacakoran.com - Satu dari sekian banyak Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang satu ini menjadi sangst disorot. Dilansir dari channel youtube "Doczon", TPA tersebut yakni Bantargebang.
Bantargebang adalah tempat di mana gunungan sampah membentang seluas ratusan hektar. Tempat ini bukan saja memunculkan aroma tidak sedap yang merasuk ke udara, tetapi juga menciptakan campuran racun yang merasuki tanah serta air untuk kemudian merusak ekosistem. Yang perah Bantargebang bukan lagi sebagai tempat yang dikelilingi oleh hijaunya pepohonan, melainkan oleh kehancuran yang diciptakan oleh tangan-tangan manusia. Sorotan terhadap kondisi Bantargebang telah mencapai tingkat internasional ketika aktor kawakan Leonardo DiCaprio dengan tegas menyoroti situasi kawasan akunagradin. Dicaprio menuliskan Indonesia berada di peringkat pencemar plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina dengan laporan menunjukkan bahwa negara itu menghasilkan 187,2 juta ton sampah plastik setiap tahun. BACA JUGA:Seluruh Desa di Kecamatan Lubuk Pinang Tuntas Melaksanakan Survei Lokasi Rencana Pembangunan 2025 Dimana lebih dari 1 juta ton, telah bocor keelautan saat ini volume sampah di Bantargebang mencapai 39 juta m, luas totalnya mencapai 110,3 hektar atau setara dengan ukuran 200 lapangan sepak bola. Keberadaan tumpukan sampah ini menciptakan pemandangan yang luar biasa yang setara dengan ketinggian gedung 16 lantai. Kendati demikian Bantargebang bukanlah tanah yang berdiri tanpa harapan, justru di sisi lain Bantar Gebang adalah destinasi dan tujuan bagi mereka yang menghadapi ketidakpastian pekerjaan menjadi tempat penumbuh harapan bagi mereka yang tengah berjuang untuk nasib. Sebab faktanya, di tempat ini terdapat lebih dari 7,000 pemulung yang menggantungkan hidup dari tumpukan sampah yang menjulang tinggi. Meskipun mereka tidak resmi diakui sebagai karyawan tpst Bantargebang, tetapi para pemulung ini tetap Memperoleh jaminan BPJS Kesehatan di kawasan tpst Bantargebang, para pemulung memiliki potensi untuk menghasilkan pendapatan harian hingga Rp100,000 melalui kegiatan memulung sampah. BACA JUGA:Truk Ugal-ugalan Tabrak Belasan Kendaraan di Tugu Cipondoh, Tewaskan Pengendara Kegiatan memulung sampah umumnya dipimpin oleh seorang ketua tim yang membawahi sekitar 30 Anggota bersama-sama mereka mampu mengumpulkan rata-rata 200 ton sampah plastik setiap bulan dengan bekerja 8 jam dalam sehari. Meskipun belum ada standar harga resmi sampah plastik yang dapat dijadikan acuan, namun bos pemulung dan timnya berhasil menjual 200 ton sampah yang terkumpul kepada seorang pengepul sampah dengan harga sekitar Rp600 per kg. Dimana kemudian melalui transaksi ini Bos pemulung sampah tersebut memperoleh pendapatan fantastis sebesar Rp.136 juta setiap bulannya. Keuntungan yang diperoleh oleh Bos pemulung tersebut tidak hanya mencukupi kebutuhan pribadinya, tetapi juga digunakan untuk membayar 30 orang yang menjadi anak buahnya. Setiap anak buahnya rata-rata mendapatkan bayaran sebesar Rp100,000 setiap hari dari hasil mengumpulkan kantong kresek, botol minuman, kemasan makanan instan hingga perabotan rumah tangga yang telah rusak yang dengan demikian secara keseluruhan perputaran uang hasil pengolahan sampah di Bantargebang mencapai angka yang fantastis yakni sekitar Rp150 miliar setiap tahunnya. Uniknya di tengah-tengah gundukan sampah yang menggunung terdapat warung yang menjual berbagai jenis makanan dan minuman sebagai penghilang rasa haus dan lapar serta sebagai tempat rehat bagi para pekerja dan pemulung. BACA JUGA:Jagung Susu Keju, Sensasi Gurih Manis yang Lumer di Mulut Warung ini berdiri di bawah tenda kecil dan dibuat dengan alat-alat seadanya. Pemilik warung mengungkapkan bahwa mereka dapat memperoleh penghasilan hingga Rp1 juta setiap harinya. Uang sebesar itu bisa didapatkan jika kondisi pemulung dan pekerja sedang ramai. Namun jika kondisi sedang sepi pendapatan harian biasanya berkisar antara hingga Rp 100,000 meski berada di tengah lingkungan yang dipenuhi dengan sampah tetapi warung ini mampu bertahan dan memberikan kontribusi positif bagi para pekerja di sekitarnya dengan menyediakan kopi, minuman dingin, rokok dan makanan ringan. Tentu saja mayoritas pembeli dan pelanggan warung ini adalah kalangan pemulung operator alat berat pengawas serta sopir-sopir truk yang menjadi pegawai di tpst Bantargebak. Menariknya mereka tidak merasa risi atau terganggu oleh kondisi sampah dengan aroma yang menyengat dan tampak menjijikkan. Kendati berada di lokasi yang dihiasi oleh ribuan lalat yang hinggap di etalase meja atau beterbangan di sekitar tubuh, para pembeli tetap menikmati berbagai makanan dan minuman yang ditawarkan oleh warung ini. Sebelum menjadi tempat pembuangan sampah seperti saat ini, Bantargebang awalnya adalah wilayah yang didominasi oleh tanah galian dan persawahan terutama di Kelurahan Sumur Batu. Dimana sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani, namun pada pertengahan tahun 1980-an dinamika drastis mengubah wajah Bantargebang. Lonjakan pesat pertumbuhan penduduk dan perdagangan di DKI Jakarta menciptakan tantangan besar dalam pengolahan sampah. BACA JUGA:Jika Anda Ingin Berkunjung Ke Kalimantan Timur, Wajib dicoba 7 Makanan Khas Kalimantan Timur yang Legendaris Saat itu volume sampah di Jakarta melonjak dengan angka yang sangat mencengangkan, yaitu mencapai 12,000 m k per harinya. Alhasil Pemprov DKI Jakarta saat itu memotar otak dan menganggap perlu memiliki lokasi yang tepat sebagai tempat pembuangan sampah terakhir. Awalnya pemilihan jatuh pada Ujung Menteng, Jakarta Timur. Namun kawasan ini dianggap kurang strategis karena telah dipadati oleh perumahan serta industri pabrik. Oleh karena itu fokus kemudian beralih ke wilayah di luar Jakarta yakni Bogor Depok Tangerang serta Bekasi. Setelah melalui serangkaian pertimbangan yang mendalam dari EMP wilayah yang menjadi opsi tersebut. Pemprov DKI Jakarta memilih kota Bekasi sebagai lokasi yang diperhitungkan, akhir di dua kawasan yang muncul sebagai kandidat untuk menjadi TPA, yaitu Kecamatan Medan Satria dan Kecamatan Bantargebang. Maka pada tahun 1985 badan kerjasama pembangunan Jabodetabek dan Pemprov Jawa Barat, secara resmi mengajukan surat kepada Bupati Bekasi saat itu yakni Suko Martono terkait rencana pembebasan lahan di dua Kecamatan tersebut. BACA JUGA:Para Ibuk Ibuk Wajib tau, 5 Cara Meningkatkan Nafsu Pada Anak Tanpa Menggunakan Obat Dan setelah melalui serangkaian kajian yang cermat keputusan akhir menetapkan bahwa Kecamatan Bantargebang dipilih sebagai lokasi yang paling tepat untuk menjadi tempat pembuangan sampah akhir.
Kategori :