Nasib (mu) Honorer

Sahad Abdullah--

Opini Oleh: Sahad Abdullah

SEORANG guru akan mengajari siswanya berbagai hal dan rela berkorban tanpa berharap timbal balik apapun. Oleh karena itu, muncullah julukan ‘’Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’’. Sepertinya ada julukan tambahan bagi guru honorer yang ada di Kabupaten Mukomuko. Selain pahlawan tanpa tanda jasa, mereka juga pahlawan tanpa anggaran yang pasti.

Itulah nasib para guru honorer yang ada di Kapuang Sati Ratau Batuah. Jumlah tenaga honorer daerah di Mukomuko sebanyak 992 orang. Baik tenaga pendidik maupun kependidikan. Mulai tingkat PAUD, SD, SMP tenaga sanggar kegiatan belajar maupun honor di Dinas Pendidikan.

Dibutuhkan anggaran sekitar Rp11,8 miliar untuk membayar gaji mereka, dalam waktu 1 tahun. Bicara soal gaji, pemerintah daerah tidak menganggarkan untuk 1 tahun. Tapi per 6 bulan.

BACA JUGA:Hujan Mulai Turun, Bupati Ingatkan Kontraktor Proyek Dana Inpres

Inilah yang kemudian menjadi kegelisahan bagi para honorer. Mereka harap-harap cemas, jika tidak menerima haknya secara penuh. Belum lagi tenaga honor murni yang ada di sekolah-sekolah, dengan jumlah sekitar 600 orang.

Saya berpikir sederhana, yang barangkali tidak sesuai dengan aturan yang ada. Bahwa keberadaan honorer ini sudah pasti. Tenaga dan pikiran mereka dibutuhkan demi menunjang pendidikan di kabupaten ini.

Mungkinkah anggaran mereka dimasukan dalam APBD murni untuk 1 tahun. Dengan demikian, mereka bisa bekerja dengan nyaman, karena ada kepastian haknya dipenuhi oleh pemerintah.

‘’Hanya aturan dalam Al-Qur’an yang tidak bisa dirubah. Selama aturan itu dibuat oleh manusia, kenapa tidak bisa dirubah,’’ kalimat tersebut saya kutip dari pernyataan seorang tokoh pemekaran Kabupaten Mukomuko, Badri Rusli, SH.

BACA JUGA:Pemerintah Desa Diminta Siapkan Lokasi Pemasangan APK

Dalam 1 bulan terakhir, Ketua PGRI Kabupaten Mukomuko, Rasita, S.Pd turun ke sekolah-sekolah terpencil. Salah satu tujuannya melihat kinerja para honorer terkait, ketidakpastian gaji mereka.

Juga memberikan motivasi terhadap honorer, serta menyampaikan bahwa PGRI tidak tinggal diam. PGRI terus berjuang agar tenaga honorer mendapatkan gaji 1 tahun penuh.

Tidak sedikit honorer yang mencurahkan keluh kesahnya kepada orang nomor 1 di PGRI Mukomuko ini. Yang intinya besar harapan bahwa mereka bisa menerika hak penuh. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebelum menerima gaji, mereka bekerja serabutan. Yang penting dapur gebul.

‘’Saya bertemu dengan suami istri yang keduanya honorer. Mereka cerita, untuk bisa makan, jualan sayuran yang diambil dari hutan. Misalnya sayur paku atau pakis. Ada juga yang terpakswa membawa anaknya yang masih tidur ke sekolah karena di rumah tidak ada yang ngasuh. Di sisi lain harus berangkat demi menjalankan tugas, mengajar,’’ cerita Rasita.

BACA JUGA:3 Tahun Berturut-turut Kecamatan Ipuh Terbaik se-Kabupaten Mukomuko

Apa yang dilakukan oleh ketua PGRI ini, saya pikir juga perlu dilakukan oleh pejabat pengambil kebijakan di negeri. Kepala Dinas Pendidikan misalnya, Sekda, hingga bupati. Dengan bertemu dan memahami kondisi para honorer, setidaknya ada kebijakan yang berpihak kepada honorer. Pasalnya di tangan merekalah nasib (mu) para honorer.*

 

Tag
Share