Dana Pokir Itu

Aris Romadan--

Opini Oleh: Aris Romadan, M.Si

Akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat tentang Pokir. Lalu apa sebenarnya Pokir ini? Apakah sejenis barang antik atau sejenis “mahluk lain”?

Pokir adalah singkatan dari pokok pikiran merupakan istilah yang digunakan oleh lembaga DPRD dalam menyusun APBD. Pokir sendiri merupakan salah satu cara mengalokasikan sumber dana ke dalam APBD melalui peran aktif DPRD sebagai penyambung lidah masyarakat pemilih yang diwakilinya. 

Adapun landasan utama adanya Pokir ini sebagaimana tertuang di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 104 dan 157 tentang Pemerintah Daerah disebutkan, dalam sumpah dan janjinya sebagai anggota DPRD “…bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

BACA JUGA:Ganja Elit

Selanjutnya dalam UU Nomor 23/ 2014 pasal pasal 161 menegaskan bahwa anggota DPRD berkewajiban untuk menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat sebagaimana diperkuat dengan pasal 87, 88 dan 129 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata tertib DPRD dimana Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD, Anggota DPRD atau Fraksi di DPRD menerima, menampung, menyerap, dan menindaklanjuti pengaduan dan aspirasi masyarakat sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang DPRD.

Adapun mekanisme yang digunakan oleh DPRD untuk menyerap pokir adalah melalui reses DPRD sebagaimana diatur dalam pasal 87 ayat (3) yang mencakup aktivitas: 1) menjaring aspirasi di daerah pemilihan, 2) menyiapkan laporan reses yang di dalamnya ada usulan Pokir, 3) penyampaian Pokir hasil reses dalam sidang paripurna DPRD.

BACA JUGA:Kok Bisa Ya...?

Dalam pasal 54 ayat (1) PP Nomor 12/2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD juga ditegaskan bahwa  Badan Anggaran mempunyai tugas dan wewenang memberikan saran dan pendapat berupa pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan APBD sebelum peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan.

Hal ini dapat berarti bahwa Pokir Dewan sudah dibahas dan disepakati secara internal di internal DPRD dan disampaikan secara formal kepada kepala daerah agar dimasukkan ke dalam RKPD. Tentu Pokir yang sudah dibahas dan dan disepakati tersebut idealnya adalah hasil dari reses yang sudah dilaksanakan oleh anggota DPRD pada dapil/konstituennya masing-masing. 

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa terjadi ketidaksinkronan antara Pokir dengan program Kepala Daerah? Lalu bagaimana sebenarnya mekanisme pengajuan Pokir dalam penganggaran Daerah?mengapa hasil Musrenbang pada semua tingkatan selama ini masih ada yang tidak sesuai dengan hasil final yang tertuang dalam APBD?.*

Tag
Share