Diliarkan, Sapi Kerap Menimbulkan Konflik Sosial
Diliarkan, Sapi Kerap Menimbulkan Konflik Sosial--screnshoot dari web
radarmukomukobacakoran.com-Melepasliarkan ternak, masih banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Mukomuko. Adapun jenis ternak yang banyak diliarkankan diantaranya sapi, kerbau, dan kambing. Akibatnya ternak tersebut berubah menjadi hama, karena merusak tanaman masyarakat.
Sering terjadi pemilik lahan marah karena tanaman rusak. Yang membuat kesal, biasanya ternak yang diliarkan tersebut merusak tanaman pada malam hari. Pagi harinya saat pemilik ke kebun, mendapati tanaman sudah hancur.
Untuk meluapkan kekesalannya, ada warga yang sengaja memasang racun, ada juga yang memasang jerat. Bertujuan menimbulkan rasa jera bagi pemilik ternak.
BACA JUGA:Warga Kota Praja Diberi Pelatihan Pembuatan Pakan Dan Kesehatan Hewan
BACA JUGA:Warga Kota Praja Diberi Pelatihan Pembuatan Pakan Dan Kesehatan Hewan
BACA JUGA:Burung hantu Lebih dari Sekedar Hewan Peliharaan
Hal tersebut menimbulkan kegekan sosial. Pemilik kebun marah dengan pemilik sapi karena tanamannya rusak. Begitu juga sebaliknya, pemilik sapi marah karena merasa rugi akibat sapi miliknya mati.
Terbaru, konflik disebabkan ternak diliarkan terjadi di Desa Sido Makmur, Kecamatan Air Manjuto. Pada Rabu pagi, 27 November 2024, Tulud, warga Rt. V, Dusun II, mendapat informasi bahwa ada sapi kena jerat di kebunnya. Setelah dicek, ternyata benar. Ada 1 ekor sapi betina kena jerat pada bagian leher. Agar sapi tidak mati, jerat dilepas, kemudian sapi diikat sambil menunggu pemiliknya tiba.
‘’Rumput ini sengaja saya tanam untuk pakan sapi sendiri. Tapi sering sekali dirusak oleh sapi liar. Selasa sore saya sengaja pasang jerat, dan Rabu pagi dapat kabar ada sapi terperangkap,’’ ujar Tulud.
Setelah beberapa waktu ditunggu, orang yang diduga pemilik datang. Bukannya merasa bersalah dan minta maaf, justru sebaliknya, pria yang berinisal K, warga Desa Agung Jaya, marah-marah dan minta sapinya dilepaskan. Tulud yang berasa dirugikan, tidak mau melepas sapi tersebut begitu saja. Keteganan sempat terjadi.
Setelah melalui negosiasi yang cukup alot, kedua belah pihak sepakat menyelesaikan hal ini secara musyawarah. Setelah pemilik sapi minta maaf dan berjanji tidak mengulangi lagi, akhirnya sapi dilepaskan.
‘’Awalnya dia marah-marah dan akan malaporkan kepolisi. Saya dituduh mencuri sapi miliknya. Saya siap menghadapi jika ia benar-benar lapor polisi. Setelah pemiliknya minta maaf, saya memaafkan dan masalah selesai,’’ ungkap Tulud.
Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, menyatakan akan memberlakukan peraturan daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2019 tentang perubahan perda nomor 26 Tahun 2011 tentang penertiban hewan ternak yang dilepasliarkan oleh pemiliknya dalam wilayah ini pada 2020.
Ia mengatakan, perda ini mengatur tentang keterlibatan masyararakat dalam melakukan penertiban hewan ternak dalam wilayah ini. Warga masyarakat yang berhasil menangkap hewan ternak yang dilepasliarkan dalam wilayah ini diberikan “Reward” berupa uang tunai.
Warga masyarakat setempat yang menangkap hewan ternak baik sapi maupun kembang akan mendapatkan imbalan sebesar Rp750 ribu per ekor dari pemerintah setempat melalui Dinas Satpol PP dan Pemadam Kebakaran.
Selain itu perda ini juga mengatur tentang sanksi denda terhadap masyarakat yang memiliki hewan ternak tetapi melepasliarkannya di jalan raya dan fasilitas umum di daerah ini diperberat.
Sanksi denda untuk satu ekor sapi atau kerbau yang ditangkap oleh personel Satpol PP sebelumnya sebesar Rp1 juta, sekarang ini sanksi dendanya diperberat menjadi Rp3 juta per ekor.
Sedangkan hewan ternak kambing dari sanksi denda sebelumnya sebesar Rp200 ribu, kini meningkat menjadi Rp1 juta.(dul)