China Blokir Media Jepang, Pepet Prancis Untuk Galang Dukungan Hadapi Jepang
China Blokir Media Jepang, Pepet Prancis Untuk Galang Dukungan Hadapi Jepang.-Dedi Sumanto-Sceenshot
koranrm.id - Hingga sekarang, gesekan geopolitik China dan Jepang masih terus berlanjut. Hingga sejumlah jurnalis dari Jepang dilarang memasuki sebuah pameran dagang di China. Seperti dilansir Bloomberg Technoz, Kyodo melaporkan, salah satu reporternya dicabut sertifikasinya untuk menghadiri Aero Asia di Zhuhai International Airshow Center. Larangan tersebut merupakan bagian dari pembatasan yang lebih luas terhadap tamu terdaftar dari Jepang serta media Jepang dalam acara tersebut, di tengah memburuknya hubungan diplomatik antara Beijing dan Tokyo. Pameran ini diperkirakan menarik 60.000 pengunjung selama empat hari penyelenggaraan mulai 27 November lalu. Seorang perwakilan dari Messe Frankfurt, membantu penyelenggaraan acara bersama pemerintah lokal Zhuhai, dikonfirmasi bahwa beberapa akreditasi telah dicabut.
Beberapa panggilan ke pemerintah kota Zhuhai tidak mendapat jawaban. Untuk sementara pejabat pers di pemerintah Distrik Jinwan domab tempat pameran berlangsungnya belum bersedia untuk memberikan komentar. Ketegangan geopolitik terus berlangsung setelah Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi, menyatakan kemungkinan penggunaan kekuatan militer dalam konflik terkait Taiwan. Sementara China merespons dengan memperingatkan wisatawannya agar menahan diri dan tidak berkunjung lagi ke Jepang, menangguhkan impor makanan laut, serta membekukan semua persetujuan film dari Jepang.
Respon menyikapi ketegangan geopolitik tersebut diplomat senior China, Wang Yi, memanfaatkan panggilan telepon dengan mitranya dari Prancis untuk menyatakan bahwa kedua pihak sangat perlu saling mendukung. Hal ini menggarisbawahi upaya Beijing mendapatkan dukungan diplomatik dalam perselisihannya dengan Jepang. Bertelepon dengan penasihat diplomatik Presiden Prancis, Emmanuel Bonne pada Kamis (27/11/2025) lalu, Wang mengatakan Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi telah memberikan pernyataan provokatif terkait Taiwan bulan ini. Beijing dan Paris harus saling mendukung secara tegas dalam isu-isu melibatkan kepentingan masing-masing.
Kedutaan Besar Prancis di Beijing hingga saat ini belum membalas permintaan untuk mengonfirmasi laporan yang dikirim sebelum jam kerja dimulai pada Jumat (28/11/2025). Presiden Prancis Emmanuel Macron juga dijadwalkan melakukan kunjungan kenegaraan ke China pekan depan untuk mendiskusikan isu-isu ekonomi dan perdagangan. China terus berusaha menggalang dukungan diplomatik dalam perselisihannya dengan Jepang, dengan mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Antonio Guterres pekan lalu. Beijing menuduh Takaichi telah melanggar hukum internasional akibat pernyataannya yang secara terbuka mengaitkan krisis Selat Taiwan dengan potensi pengerahan pasukan Jepang.
Berbagai upaya China ini dilakukan untuk memperkuat klaimnya atas Taiwan dan memperluas sengketa di luar Jepang, di forum internasional, di mana Beijing memperoleh dukungan secara luas. Upaya diplomatik merupakan tambahan dari langkah-langkah lain yang telah diambil China terhadap Jepang, seperti pembalasan ekonomi dan retorika yang semakin keras. Namun, Takaichi menolak tuntutan China untuk menarik ucapannya pada 7 November yang mengaitkan keamanan Jepang dengan skenario darurat Taiwan. Kasus pertama bagi seorang PM Jepang yang sedang menjabat. Pekan ini, Takaichi memberi klarifikasi bahwa dia tidak bermaksud untuk membahas secara spesifik mengenai Taiwan. Dia juga menegaskan kembali posisi pemerintah dalam merespons skenario darurat regional. Yakni, bahwa untuk setiap insiden tertentu, Jepang akan membuat penilaian dengan mempertimbangkan semua informasi yang relevan.
Pemerintah China sempat nstruksikan maskapai di negaranya untuk mengurangi jumlah penerbangan ke Jepang hingga Maret 2026 mendatang, menurut sumber yang mengetahui dan meminta namanya tidak disebut karena informasi bersifat rahasia. Hal ini menandakan Beijing siap menghadapi perselisihan berkepanjangan antara kedua negara. Perintah tersebut dikeluarkan pekan lalu setelah ucapan Perdana Menteri (PM) Jepang Sanae Takaichi mengenai Taiwan memicu kemarahan China, tetapi sebelum Donald Trump melakukan panggilan telepon beruntun dengan Presiden China Xi Jinping dan pemimpin baru Jepang. Perjalanan dari China ke Jepang merosot setelah Beijing peringatkan warganya agar tidak bepergian. Keputusannya pada maskapai penerbangan, memastikan bahwa penurunan ini akan berlanjut hingga Tahun Baru Imlek, periode puncak pengeluaran warga China di luar negeri.