Manfaatkan Sawit, Indonesia Berpeluang Tarif Ekspor 0 Persen ke Amerika Serikat

Manfaatkan Sawit, Indonesia Berpeluang Tarif Ekspor 0 Persen ke Amerika Serikat.-Dedi Sumanto-Sceenshot

koranrm.id - Kabar baik datang dari industri sawit nasional. Bahwa Indonesia masih berpeluang untuk bisa menikmati tarif ekspor 0 persen ke Amerika Serikat (AS). Pasalnya, secara historis, sawit Indonesia pernah dikenakan tarif eskpor 0 persen di pasar Amerika Serikat. Posisi strategis Indonesia sebagai produsen terbesar dunia menjadikannya pemain kunci dalam rantai pasok minyak nabati global. Dalam hal ini sangat penting prinsip timbal balik atau take and give dalam negosiasi perdagangan. Dimana Indonesia perlu menawarkan hal lain untuk menciptakan kesepakatan yang seimbang. Indonesia bisa manfaatkan keunggulan komoditas lain dari negara tersebut. Misalnya impor kedelai dari AS atau pembelian pesawat Boeing. Dengan cara ini, kesepakatan tarif 0 persen bisa terealisasi dengan Ameriksa Serikat.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menyatakan bahwa peluang Indonesia untuk kembali menikmati tarif ekspor 0 persen ke Amerika Serikat masih ada. Karena Indonesia memiliki komoditas dan produsen terbesar sawit dunia. Komoditas andalan sawit ini bisa menjadi jalan untuk menjalin kerjasama dengan baik. Dan selama ini hubungan ekonomi antara Indonesia dan Amerika Serikat bersifat saling menguntungkan (mutual benefit). Permintaan sawit dari pasar Amerika cukup tinggi, terutama untuk kebutuhan industri pangan dan kosmetik. "Dulu memang 0 persen. Indonesia punya pangsa pasar sawit sekitar 89,9 persen. Amerika tidak bisa memproduksi sawit sendiri, jadi mereka tetap membutuhkan kita," jelas Eddy seperti dikutip web Sawit Indonesia (31/10/2025).

Menurutnya, langkah ini logis dan layak diperjuangkan kembali agar sawit Indonesia mendapat posisi yang setara dengan Malaysia di pasar global. Meski peluangnya besar, Ekonom Bidang Pertanian CORE Indonesia. Memang menurunkan tarif ekspor hingga nol persen bukan perkara mudah. Tetapi ada peluang bagi Indonesia untuk bisa menekankan tarif ekspor. Salah satu peluangnya dengan memanfaatkan sawit Indonesia. Meskipun demikian, Ekonom Bidang Pertanian CORE Indonesia, Eliza Mardian, mengingatkan bahwa untuk menurunkan tarif ekspor hingga nol persen bukan perkara mudah. Sesuai dengan pengalaman menurunkan tarif resiprokal dari 32 persen ke 19 persen saja sudah penuh kompromi yang alot. "Untuk mencapai 0 persen, menurutnya pasti ada konsekuensi atau trade-off yang harus diperhitungkan," jelasnya.

Eliza mencontohkan, Malaysia memang mendapat tarif 0 persen, namun harus menanggung sejumlah komitmen dagang dalam bentuk pembelian produk Amerika bernilai besar. Ia menilai, pasar Amerika sebenarnya tidak sebesar potensi pasar global lain, sehingga Indonesia perlu berhitung cermat sebelum memutuskan strategi negosiasi. "Lebih baik kita fokus untuk memperkuat pasar potensial lain ketimbang memaksakan 0 persen di AS. Semua keputusan harus berbasis data dan memastikan tidak ada sektor domestik yang dikorbankan," tambahnya.

Dari sisi pemerintah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah menyampaikan, bahwa negosiasi tarif impor sawit ke AS akan dimulai pada November 2025, usai pertemuan APEC. Dalam rencana tersebut, pemerintah menargetkan agar tiga komoditas strategis sawit, kakao, dan karet dapat memperoleh tarif 0 persen, setara dengan Malaysia. Langkah ini menjadi bagian yang dari strategi diplomasi ekonomi Indonesia untuk memperkuat posisi di pasar global dan mendorong ekspor produk unggulan bernilai tambah tinggi. Dengan peluang yang masih terbuka, negosiasi tarif sawit Indonesia ke AS kini menjadi sorotan utama bagi pelaku industri dan pembuat kebijakan. Namun, Setiap upaya menurunkan tarif harus mempertimbangkan dampak lintas sektor dan kepentingan nasional jangka panjang. Jika berhasil, Indonesia bukan hanya akan meningkatkan ekspor sawit ke Amerika saja. Tetapi juga menegaskan bahwa posisi sebagai pemimpin global sawit berkelanjutan, yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga berdaulat di pasar internasional.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan