Makanan Khas Mukomuko yang Masih Lestari
Menikmati Lemang di Perayaan Hari Raya Minang: Kelezatan Tradisi yang Tak Lekang Waktu--screenshot dari web.
koranrm.id - Di tepian barat Pulau Sumatra, berdiri sebuah wilayah yang kaya akan tradisi dan cita rasa: Mukomuko. Kabupaten yang berada di ujung utara Provinsi Bengkulu ini tak hanya dianugerahi bentang alam indah berupa pantai panjang, perbukitan, dan lahan pertanian yang subur, tetapi juga menyimpan warisan kuliner yang membentuk identitas masyarakatnya.
Di antara arus modernisasi yang kian deras, beberapa makanan khas Mukomuko tetap bertahan, diwariskan dari dapur ke dapur, dari meja makan keluarga hingga ke perayaan adat.
Kehadiran makanan tradisional ini bukan sekadar soal rasa, melainkan juga tentang ingatan, identitas, dan kebersamaan.
Setiap sajian khas membawa cerita panjang: tentang nenek moyang yang meracik dengan bahan sederhana, tentang ritual yang melingkupi proses memasak, hingga tentang cara masyarakat menjaga harmoni dengan alam sekitar. Makanan khas Mukomuko bukan hanya mengisi perut, melainkan juga mengikat hati.
Lempuk Durian: Simbol Kemewahan Rasa di Tengah Kesederhanaan.
Di musim durian, aroma khas buah berduri itu menguasai hampir setiap sudut kampung. Di Mukomuko, durian tak hanya dimakan segar, tetapi juga diolah menjadi lempuk durian. Lempuk adalah olahan daging durian yang dimasak perlahan dengan gula aren hingga berubah menjadi pasta kental berwarna cokelat kehitaman. Teksturnya lengket, manisnya dalam, dan aromanya kuat menempel di lidah.
Lempuk durian telah lama menjadi kebanggaan masyarakat. Bagi sebagian keluarga, membuat lempuk adalah cara agar durian tetap bisa dinikmati meski musimnya berlalu.
Proses pembuatannya membutuhkan kesabaran: daging durian dipisahkan dari bijinya, dicampur gula aren, lalu diaduk terus menerus dalam kuali besar di atas tungku kayu. Api harus dijaga stabil, tidak boleh terlalu besar agar tidak gosong. Butuh waktu berjam-jam hingga adonan mengental sempurna.
Hidangan ini sering muncul di acara adat, pesta pernikahan, atau dijadikan buah tangan bagi tamu yang datang dari jauh. Dengan cita rasa yang khas, lempuk durian Mukomuko menjadi simbol kemewahan rasa dalam balutan kesederhanaan tradisi.
Gulai Pisang: Perpaduan Gurih dan Lembut yang Mengikat Keluarga
Masyarakat Mukomuko dikenal pandai memanfaatkan hasil alam. Pisang, yang tumbuh subur di pekarangan, tak hanya dimakan segar atau digoreng, melainkan juga dimasak menjadi gulai. Gulai pisang adalah hidangan yang menghadirkan irisan pisang muda dalam kuah santan kental bercampur rempah-rempah seperti kunyit, lengkuas, serai, dan cabai.
Rasanya unik: gurih dari santan berpadu dengan tekstur lembut pisang yang menyerupai daging. Hidangan ini sering dihidangkan dalam perjamuan keluarga besar, terutama saat ada hajatan atau kenduri. Gulai pisang menjadi bukti bagaimana masyarakat Mukomuko bisa menghadirkan masakan lezat dari bahan yang sederhana dan mudah ditemukan.
Selain memberi kelezatan, gulai pisang juga mengandung filosofi kebersamaan. Pisang yang tumbuh berkelompok dalam satu sisir dianggap melambangkan persaudaraan dan kesatuan, sehingga gulai pisang kerap menjadi menu wajib dalam acara yang mengundang banyak orang.
Lemang: Sajian Perayaan yang Tak Pernah Absen
Lemang adalah makanan yang hampir selalu hadir dalam perayaan besar di Mukomuko. Hidangan ini dibuat dari beras ketan yang dicampur santan, dimasukkan ke dalam bambu yang dilapisi daun pisang, lalu dibakar perlahan di atas api terbuka. Hasilnya adalah nasi ketan pulen yang harum, dengan rasa gurih yang khas.
Membuat lemang bukan pekerjaan individu. Biasanya, warga berkumpul bersama untuk menyiapkan bambu, mencuci beras, memeras santan, hingga menjaga api. Lemang menjadi simbol kebersamaan karena prosesnya melibatkan banyak tangan. Di hari-hari besar Islam, lemang menjadi sajian utama yang disuguhkan kepada tamu.
Keistimewaan lemang tidak hanya terletak pada rasanya, tetapi juga pada atmosfer kebersamaan yang tercipta saat proses memasaknya. Setiap potong lemang yang tersaji di meja selalu membawa cerita tentang gotong royong dan kebahagiaan bersama.
Palai Rinuak: Warisan Rasa dari Sungai dan Danau
Mukomuko memiliki banyak aliran sungai dan danau yang menjadi sumber ikan bagi masyarakat. Dari sanalah lahir palai rinuak, hidangan ikan kecil yang dibungkus daun pisang bersama bumbu rempah, lalu dipanggang di atas bara api. Rasanya gurih, sedikit pedas, dan wangi daun pisang yang terbakar membuat aromanya khas.
Palai rinuak sering menjadi lauk sehari-hari maupun sajian dalam acara adat. Hidangan ini mencerminkan kedekatan masyarakat Mukomuko dengan sumber daya air yang melimpah. Ia juga menjadi bukti kearifan lokal dalam mengolah hasil alam dengan cara yang sederhana namun lezat.
Ketan Srikaya: Manis yang Mengikat Tradisi
Sebagai daerah yang kaya dengan kelapa dan padi ketan, Mukomuko memiliki beragam hidangan berbasis keduanya. Salah satunya adalah *ketan srikaya*. Hidangan ini terdiri dari lapisan ketan putih pulen yang diberi topping srikaya, yakni campuran telur, gula aren, santan, dan pandan yang dikukus hingga matang.
Ketan srikaya kerap hadir di meja tamu saat ada perayaan. Rasa manis legit berpadu dengan gurih ketan menciptakan harmoni yang sulit dilupakan. Sajian ini juga sering dijadikan hidangan penutup dalam pesta pernikahan atau kenduri adat. Kehadirannya menjadi penegas bahwa manis dalam hidup adalah hasil dari kerja keras dan kebersamaan.
Warisan yang Bertahan di Tengah Modernisasi
Arus modernisasi dan kehadiran makanan cepat saji memang memengaruhi pola konsumsi generasi muda. Namun, makanan khas Mukomuko tetap lestari karena memiliki tempat istimewa di hati masyarakat. Banyak keluarga masih menjaga resep turun-temurun, mengajarkannya kepada anak-anak agar tidak punah ditelan zaman.
Selain itu, pemerintah daerah bersama Dinas Kebudayaan Bengkulu dan pelaku usaha kuliner lokal berupaya memperkenalkan makanan khas Mukomuko ke pasar yang lebih luas. Festival kuliner, pameran produk lokal, hingga promosi melalui media digital menjadi jalan untuk menjaga agar makanan khas ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang.
Beberapa pengusaha kuliner bahkan mulai mengemas lempuk durian dan lemang dalam bentuk modern yang lebih praktis tanpa mengurangi cita rasa aslinya. Upaya ini berhasil menjangkau konsumen luar daerah, bahkan sampai ke mancanegara. Namun, esensi makanan khas Mukomuko tetap sama: ia lahir dari tanah yang subur, tangan yang sabar, dan kebersamaan yang erat.
Sumber berita:
• Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Bengkulu (2023). Inventarisasi Kuliner Tradisional Bengkulu.
• Majalah Masakan Nusantara (2022). Ragam Kuliner Sumatra yang Lestari.
• Resep Kue Nasional Indonesia (2021). Koleksi Resep Tradisional Berbasis Ketan dan Santan.
• Wawancara dengan pengusaha kuliner lokal Mukomuko, 2024.