Cinta Didermaga Wajah Boleh Berubah Tapi Hati Tetap Mengenali
Cinta Didermaga Wajah Boleh Berubah Tapi Hati Tetap Mengenali.-AI-Meta Ai
Di dermaga tua itu, suara kapal yang hendak berangkat menjadi saksi pertemuan pertama Leo dan Beti.
Leo, pemuda sederhana anak pertama dari tiga bersaudara, membawa harapan besar keluarganya.
Ayahnya yang bekerja sebagai tukang bangunan selalu berpesan agar Leo menimba ilmu di kota demi mengubah nasib mereka.
Sementara Beti, gadis berparas cantik dengan mata berbinar, meninggalkan kampung dengan mimpi menjadi seorang perawat.
Percakapan ringan di tepi dermaga perlahan berubah menjadi obrolan yang hangat dan mengharukan.
Mereka bercerita tentang keluarga, mimpi, dan rasa takut menghadapi dunia baru di kota. Sejak saat itu, komunikasi mereka tak pernah putus.
Surat demi surat menjadi pengikat hati, meski jarak memisahkan: Leo di Surabaya, Beti di Jakarta. Kata-kata yang tertulis selalu membawa semangat, seakan jarak hanyalah bayangan.
Namun takdir sempat menguji. Suatu ketika, kos Beti dilanda banjir. Buku catatan, ponsel, dan alamat Leo hanyut bersama air.
Kontak mereka terputus. Waktu berjalan, tahun demi tahun, hingga lima tahun berlalu. Leo kini menjadi pegawai bank seperti cita-citanya, sedangkan Beti berhasil meraih impian sebagai perawat.
Sampai pada suatu sore di Ancol, takdir kembali mempertemukan mereka.
Mereka berpapasan, saling menatap lama dengan ragu. Wajah telah berubah, usia menambah kedewasaan, tetapi hati tetap mengenali.
Angin berhembus kencang, membuka jaket Leo, memperlihatkan seragam kerja bertuliskan namanya. Beti tercekat, menyebut lirih, “Leo...?”
Leo menoleh, hatinya bergetar mendengar nama itu. “Beti!” serunya.
Tanpa ragu, mereka saling mendekat, menuntaskan rindu yang terpendam bertahun-tahun.
Senja di Ancol hari itu menjadi saksi bahagia, bahwa cinta sejati akan selalu menemukan jalannya kembali.