Inovasi Petani Lokal, Gunakan Kaul Sawit Gantikan Mulsa Plastik
Penggunaan kaul sawit sebagai pengganti mulsa plastik terhadap tanaman cabai.-Sahad-Radar Mukomuko
koranrm.id – Inovasi menarik dilakukan seorang petani cabai asal Desa Karang Jaya, Kecamatan Teras Terunjam, Kabupaten Mukomuko. Edri Yansen, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Tani Tama, kini memanfaatkan kaul kelapa sawit sebagai pengganti mulsa plastik dalam budidaya cabai.
Dalam musim tanam kali ini, Yansen menanam sebanyak 2.300 batang cabai. Saat ini tanaman tersebut telah berusia 75 hari dan mulai berbuah. Seluruh tanaman cabai ditutup dengan kaul sawit di bagian pangkalnya, menggantikan fungsi mulsa plastik yang umum digunakan petani.
"Ini yang kedua kalinya saya menggunakan kaul sawit sebagai pengganti mulsa," ujar Yansen saat ditemui, Rabu (3/7).
Menurutnya, penggunaan kaul sawit terbukti efektif dalam menghambat pertumbuhan gulma serta menjaga kelembaban tanah di sekitar tanaman cabai. Lebih dari itu, bahan alami ini juga mampu menekan biaya produksi secara signifikan.
BACA JUGA:Kalah Dari Pakistan, Inilah Tiga Syarat Timnas Putri Lolos ke Piala Asia 2026
Untuk menanam 2.300 batang cabai, Yansen hanya memerlukan satu truk kaul sawit yang dibeli seharga Rp400 ribu. Bandingkan dengan biaya pembelian mulsa plastik yang bisa mencapai Rp800 ribu untuk luas tanam serupa.
"Dengan menggunakan kaul sawit, saya bisa menghemat biaya sebesar Rp400 ribu hanya untuk mulsa," jelasnya.
Selain hemat, kaul sawit juga memberikan manfaat jangka panjang bagi kesuburan tanah. Seiring waktu, kaul sawit akan membusuk dan berubah menjadi pupuk organik alami yang menyuburkan tanah. Hal ini menjadi nilai tambah dibandingkan mulsa plastik yang harus dibuang setelah masa panen.
"Keuntungan lainnya adalah kaul sawit ini lama-lama membusuk dan menjadi pupuk organik. Tanah jadi lebih subur untuk tanam berikutnya," tambah Yansen.
BACA JUGA:Kempulkan Semua Kades, Kecamatan Sungai Rumbai Genjot Kinerja Pemdes
Inovasi sederhana namun berdampak ini diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi petani lain di wilayah Mukomuko dan sekitarnya dalam menerapkan pertanian berbiaya rendah namun tetap ramah lingkungan.
Kaul (kadang juga disebut "cangkang kaul") dalam konteks pertanian sawit umumnya merujuk pada limbah padat dari pabrik kelapa sawit, terutama berupa sisa serat buah (fiber), cangkang, atau ampas tandan kosong (tankos) yang tidak terpakai dalam proses ekstraksi minyak sawit.
Namun, dalam konteks lokal seperti di Mukomuko atau beberapa daerah lain di Sumatera, "kaul sawit" sering merujuk secara spesifik pada limbah organik berupa ampas tandan kosong (tankos), yang sudah dihancurkan atau dipotong kecil-kecil.