Misteri Tongkat Soekarno, Bikin Fidel Castro Penasaran dan Penembak Bingung Cari Sasaran

Misteri Tongkat Soekarno, Bikin Fidel Castro Penasaran dan Penembak Bingung Cari Sasaran.--ISTIMEWA

KORAN DIGITAL RM -  Setiap pemimipin dunia punya khas dan gaya steel tersendiri  dalam menjaga penampilanya.

Begitupun,  Presiden  Soekarno  sebagai presiden pertama RI,  selalu menjaga wibawa penampilannya   berupa tongkat yang terbuat dari kayu pucang kalak. 

 Adapun tongkat tersebut menjadi teman  setia Beliau ketika  kunjungan kerja baik, dalam dan luar negeri.

Dikutip dari nasional.okezone.com, Bung Karno Selalu membawa tongkat  komando  atau mengapitnya sejak  dari  tahun 1952. 

Diceritakan dalam buku Soekarno, Serpihan Sejarah Yang Tercecer yang di tulis oleh Rosa Daras, bahwa  Ir. Soekarno atau Bung Karno memiliki  tiga tongkat Komando yang hampir serupa. 

Ketiga tongkat tersebut digunakan oleh Bung Karno sesuai peruntukanya, seperti: 

1.Satu tongkat yang ia bawa saat  berkunjung keluar negeri. 

2.Satu tongkat untuk berhadapan dengan para Jenderalnya

3.Satu tongkat lagi yang selalu ia bawa saat berpidato.

Namun, jika harus pergi dalam keadaan mendadak dan terburu-buru, yang sering ia bawa adalah tongkat yang dibawa saat berpidato.

Selanjutnya Roso menjelaskan kayu yang dibuat untuk tongkat  bukan kayu sembarangan melainkan kayu pilihan yaitu kayu Pucang Kalak. 

Pucang adalah jenis nama  kayu, sedangkan Kalak adalah nama tempat di selatan Ponorogo, atau utara Pacitan. 

Dilokasi pegunungan Kalak terdapat tempat persemayaman keramat. Di atas persemayaman itulah tumbuh pohon Pucang.

Dari begitu banyak jenis kayu Pucang hanya pucang dari Kalak  yang memilki ciri khas tersendiri. Masyarakat kalak punya cara tersendiri untuk mengetes kayu Pucang yang baerasal dar Kalak yaitu pegang tongkat tadi di atas permukaan air.

"Jika bayangan di dalam air menyerupai seekor ular yang sedang berenang, maka berarti kayu pucang kalak itu asli. Tetapi jika yang tampak dalam bayangan air adalah bentuk kayu, itu artinya bukan pucang kalak asli tapi Pucang biasa," ungkapnya.

Adapun kisah dan sejarah tongkat Bung Karno terbuat dari Kayu Pucang Kalak  di mulai dari sini

Suatu malam Bung Karno didatangi orang dengan membawa sebalok kayu pohon Pucang Kalak yang ia potong dengan tangannya, balok itu diserahkan kepada Bung Karno.

"Untuk menghadapi para Jenderal..!! " kata orang itu. Lalu Bung Karno menyuruh salah seorang seniman Yogyakarta untuk membuat kayu itu menjadi Tongkat Komando.

Tertulis dalam buku biografi  Bung Karno, penyambung lidah rakyat Indonesia oleh Cindy Adam  Bung Karno mengatakan bahwa tongkat komandonya itu tidak memilki daya sakti atau daya linuih.

"Itu hanya kayu biasa yang aku gunakan sebagai bagian dari penampilanku sebagai pemimpin dari sebuah negara besar", kata Bung Karno kepada Cindy Adams pada suatu saat di Istana Bogor.

Disi lain Dalam biografi  menceritkan  dalam sebuah pertemuan  Presiden Kuba Fidel Castro becanda sambil memgang tongkat Bung Karno "Apakah tongkat ini sakti seperti tongkat kepala suku Indian? "

Bung Karno hanya tertawa saja mendengar pertanyaan itu.

Pada umumnya banyak dari masyarakat Indonesia mempercayai  bahwa tongakat Bung Karno bukanlah sembarang tongkat. Tapi tongkat komando Bung Karno adalah tongkat sakti, yang berisi keris pusaka ampuh.

Dikisah yang lain ada yang sangat menggemparkan rakyat Indonesia kerika Peristiwa Bung Karno ditembak dari jarak dekat saat sholat Idul Adha. 

Namun tembakan itu meleset jauh dari sasaran Tembakan, inilah yang membuat heboh, bagaimana bisa penembaknya  seorang jago perang terlatih, menembak dari jarak 5 meter, tetapi tidak kena sehingga Bung Karno selamat dari amukan peluru.

Terungkap disidang pengadilan, penembak Bung Karno, menjawab dari pertanyaan, apa yang dilihat penembak saat itu adalah Bung Karno membelah dirinya menjadi dua. 

Keadaan inilah yang membuat bingung si penembak, yang mana Bung Karno, hingga akhirnya peluru jauh meleset tanpa mengenai Bung Karno.

Apa kata Bung Karno? “Ah… itu semua karena lindungan Allah, karena ia setuju dengan apa-apa yang aku kerjakan selama ini. 

Namun kalau pada waktu-waktu yang akan datang Tuhan tidak setuju dengan apa-apa yang aku kerjakan, niscaya dalam peristiwa (pembunuhan) itu, aku bisa mampus,” kata Bung Karno.*

Tag
Share