Kembalinya Dinosaurus Seberapa Dekat Ilmuwan dengan 'De-Extinction'

Kembalinya Dinosaurus Seberapa Dekat Ilmuwan dengan 'De-Extinction'--screnshoot dari web
KORANRM.ID - Dinosaurus telah punah sekitar 66 juta tahun yang lalu akibat peristiwa kepunahan massal yang diyakini disebabkan oleh dampak asteroid raksasa. Namun, kemajuan dalam bioteknologi, khususnya dalam bidang genetika dan kloning, telah membangkitkan kembali pertanyaan yang selama ini hanya ada dalam dunia fiksi: Bisakah dinosaurus dihidupkan kembali? Konsep ini dikenal sebagai "de-extinction," sebuah upaya ilmiah untuk menghidupkan kembali spesies yang telah punah. Tetapi, seberapa dekat kita dengan mewujudkan impian ini?
BACA JUGA:Hewan Punah Kembali Hidup Apakah Jurassic Park Bisa Jadi Kenyataan
BACA JUGA:Bertemu Hewan Buas di Hutan? Tetap Tenang dan Ikuti Langkah Ini!
Para ilmuwan yang tertarik dengan de-extinction menggunakan dua pendekatan utama dalam mengembalikan spesies yang telah punah. Pendekatan pertama adalah kloning, metode yang telah digunakan dalam menciptakan domba Dolly pada tahun 1996. Namun, karena DNA dinosaurus telah terdegradasi selama jutaan tahun, kloning langsung tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, para ilmuwan mencoba alternatif lain, yaitu rekayasa genetika dengan mengedit genom spesies yang masih hidup.
Metode kedua yang dianggap lebih realistis adalah rekayasa balik (reverse engineering). Ahli genetika menggunakan teknik CRISPR untuk mengedit gen spesies burung modern, karena burung merupakan keturunan langsung dinosaurus theropoda. Dalam studi yang dilakukan oleh Jack Horner, seorang paleontolog terkenal, tim peneliti berusaha mengembalikan ciri khas dinosaurus pada ayam, seperti ekor panjang, gigi, dan tangan yang lebih mirip dengan kaki depan dinosaurus.
Salah satu tantangan terbesar dalam de-extinction dinosaurus adalah keberadaan DNA yang cukup utuh untuk direkonstruksi. DNA memiliki masa hidup yang terbatas; penelitian menunjukkan bahwa bahkan dalam kondisi terbaik, DNA hanya dapat bertahan hingga sekitar 1 juta tahun. Mengingat dinosaurus telah punah lebih dari 66 juta tahun yang lalu, kemungkinan besar tidak ada sisa DNA yang dapat digunakan. Hal ini berbeda dengan mamut berbulu yang punah sekitar 4.000 tahun lalu, di mana beberapa fragmen DNA masih bisa ditemukan dalam spesimen beku.
BACA JUGA:Musim Hujam Membuat Banyak Hewan Bermunculan, 4 cara Mencegah Ular Kobra Masuk Ke Rumah
Jika suatu hari ilmuwan benar-benar berhasil menciptakan kembali dinosaurus, pertanyaan berikutnya adalah: Apa dampaknya terhadap ekosistem dan etika manusia? Dinosaurus hidup dalam lingkungan yang sangat berbeda dengan Bumi saat ini. Atmosfer, vegetasi, serta interaksi spesies lainnya tidak sama dengan era Mesozoikum. Oleh karena itu, kemungkinan besar dinosaurus hasil rekayasa genetika tidak akan dapat bertahan hidup tanpa lingkungan yang direkayasa secara khusus.
Dari segi etika, beberapa ilmuwan dan aktivis lingkungan mempertanyakan apakah kita memiliki hak untuk menghidupkan kembali spesies yang telah punah. Selain itu, menghidupkan kembali dinosaurus juga memerlukan sumber daya yang sangat besar, yang mungkin lebih baik digunakan untuk melestarikan spesies yang saat ini terancam punah.
BACA JUGA:Apakah Hewan Bisa Saling Berbagi Layaknya Sikap Manusia?
Meskipun teknologi genetika telah berkembang pesat, kemungkinan untuk menghidupkan kembali dinosaurus masih sangat jauh dari kenyataan. Kendala utama adalah tidak adanya DNA yang cukup untuk kloning serta tantangan dalam menciptakan lingkungan yang sesuai. Namun, dalam beberapa dekade ke depan, kita mungkin bisa melihat kemajuan lebih lanjut dalam rekayasa balik burung modern menjadi makhluk yang lebih menyerupai dinosaurus kecil.
Kesimpulannya, meskipun kembalinya dinosaurus dalam bentuk aslinya masih berada di ranah fiksi ilmiah, konsep de-extinction tetap menjadi topik yang menarik dalam dunia bioteknologi. Fokus yang lebih realistis saat ini adalah upaya menghidupkan kembali spesies yang baru punah, seperti mamut berbulu atau merpati penumpang, yang memiliki peluang lebih besar untuk sukses dibanding dinosaurus.
Referensi:
• Horner, J. & Gorman, J. (2009). How to Build a Dinosaur: Extinction Doesn’t Have to Be Forever. Dutton Adult.
• Shapiro, B. (2015). How to Clone a Mammoth: The Science of De-Extinction. Princeton University Press.
• Poinar, H. N., et al. (2006). "Metagenomics to Paleogenomics: Large-Scale Sequencing of Mammoth DNA." Science, 311(5759), 392-394.
• Lamm, E. T., & Chiappe, L. M. (2016). Avian Evolution: The Fossil Record of Birds and Its Paleobiological Significance. Wiley-Blackwell.