KORAN DIGITAL RM – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) suasana di Desa Karang Jaya, Kecamatan Teras Terunjam sedikit memanas. Tidak berkaitan dengan Pemilu memang, tapi jika dibiarkan tidak menutup kemungkinan bisa menganggu jalannya. Kondisi memanas di Karang Jaya, disebabkan adanya rencana pembangunan gedung yayasan Majelis Tapsir Al-Qur’an (MTA).
Untuk mendinginkan suasana, kemarin, Jumat (1/12) dilakukan rapat koordinasi di aula kantor Camat Teras Terunjam. Hadir dalam kesempatan ini, Camat Teras Terunjam Yeni Wulandari, S.A.P, Kapolsek Teras Terunjam, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Teras Terunjam, Kades dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se-Kecamatan Teras Terunjam. Juga hadir pengurus Nahdlatul Ulama tingkat Kecamatan Teras Terunjam. Pada kesempatan tersebut, pengurus Nahdlatul Ulama Teras Terunjam dengan tegas menolak kehadiran yayasan MTA ini. BACA JUGA:Tim Monev Kecamatan Penarik akan Turun pada Akhir Tahun Camat Teras Terunjam, Yeni Wulandari, menyampaikan beberapa waktu yang lalu, ada permohonan rekomendasi dari warga Karang Jaya, atas nama yayasan MTA untuk mendirikan gedung. Sebelum mengeluarkan rekomendasi, camat meminta pemohon untuk melengkapi semua persyaratan. Salah satunya adalah Surat Keputusan (SK) kepengurusan. Dan sejauh ini belum bisa dipenuhi. Disisi lain, rencana pendirian gedung MTA ini ditolak oleh sebagian warga Karang Jaya. ‘’Kami mengundang pihak-pihak terkait untuk diskusi mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini,’’ jelas Yeni. Setelah diskusi ini, camat menyatakan belum bisa mengeluarkan rekomendasi pembangunan gedung MTA. Pertimbangannya, pertama pihak pengusul belum melengkapi persyaratan yang dibutuhkan. Yang kedua, jike rekomendasi dikeluarkan berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat. ‘’Dengan berbagai pertimbangan, camat belum bisa mengeluarkan rekomendasi pendirian gedung MTA,’’ tambah Yeni. BACA JUGA:Atlet PWI Mukomuko Peraih Medali Perak Porwanas Ikuti Kompetisi Triathlon UNIB Mantan Kades Karang Jaya, Erif Widodo, S.Sos mengatakan keberadaan MTA di Karang Jaya, sudah cukup lama. Pasalnya mereka warga setempat. Besar kemungkinan mereka mengaji di luar, kemudian ditularkan kepada warga setempat. Pergerakan mereka cukup halus dan rapi. Dengan pendekatannya kepada pemerintah desa, mereka mendirikan sekolah Madrasyah Iptidaiyah (MI). Modusnya MI ini awalnya didirikan atas nama pemerintah desa. Setelah MI berkembang, sekolah ini diklaim milik mereka. Ada ada kesan pihak desa ditinggalkan. ‘’Saat ada penilaian akreditasi, saya selaku Kades (Ketika itu, red) tidak dikasih tahu sama sekali. Ketika desa minta laporan tahunan, yang disampaikan hanya jumlah guru dan murid. Soal asset tidak dilaporkan. Ini menimbulkan kesan, MI ini diklaim milik mereka. Padahal awal pendirinya atas nama desa,’’ terang Erif. BACA JUGA:MWCNU Tegas Tolak Pendirian Gedung MTA di Karang Jaya Erif juga menyampaikan, dirinya pernah bergabung menjadi anggota pengajian MTA. Tapi ada pelajaran yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran islam yang diyakininya. Ada diantara mereka yang mengatakan jamaah di masjid lain aliran sesat. Tapi ketika diminta datang untuk menjelaskan bagian yang sesat, yang bersangkutan tidak berkenan. ‘’Ada oknum jamaah MTA yang mengatakan jamaah di masjid lain sesat. Tapi tidak mau melurusan dengan alasan percuma. Akhirnya saya keluar dari MTA,’’ ungkap Erif. Kades Karang Jaya, Ade Sobar, mengakui dirinya sudah mengeluarkan rekomendasi pendirian gedung MTA ini. Alasannya, sebagai Kades dirinya harus netral. Hal tersebut sesuai dengan aturan perundang-undangan. Semua warga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang sama. Selain itu, selama 1,5 tahun Ade Sobar menjadi Kades, tidak pernah ada gejolak yang berkaitan dengan MTA. Kalau pernah ada gejolak, kemungkinan pada masa pemerintahan Kades sebelumnya. BACA JUGA:Taopik Muslim, Sosok Muda Siap Perjuangkan Aspirasi Warga Desa ‘’Sebagai Kades saya harus netral. Mereka (MTA) juga memiliki hak yang sama,’’ demikian Ade Sobar.*
Kategori :