Dinas Kewalahan Atasi Wabah Ngorok di Mukomuko

Selasa 01 Jul 2025 - 18:18 WIB
Reporter : SAHAD
Editor : SAHAD

Vaksinasi Terkendala Sistem Lepas Liar koranrm.id – Wabah penyakit ngorok atau Septicemia Epizootica (SE) terus menghantui peternak kerbau di Kabupaten Mukomuko. Sejak beberapa bulan terakhir, wabah ini menyebabkan penurunan drastis jumlah kerbau yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung perekonomian masyarakat pedesaan.

Data dari Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko mencatat, populasi kerbau kini tinggal sekitar 4.000 ekor, turun signifikan dari sebelumnya yang mencapai 5.000 ekor. Penurunan ini terjadi akibat kematian massal, pemotongan paksa, dan penjualan murah ternak yang sudah terinfeksi.

“Banyak kerbau warga yang mati karena wabah ngorok. Ada juga yang terpaksa dipotong sebelum mati atau dijual murah karena menunjukkan gejala sakit,” ungkap drh Diana Nur Wahyuni, Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Minggu (30/6).

BACA JUGA:Hadapi Pakistan, Indonesia Butuh Ciptakan Banyak Gol

Dinas Pertanian sudah melakukan berbagai langkah penanggulangan, termasuk penyuntikan vaksin ke hewan ternak. Pemerintah Pusat pun telah mengirimkan bantuan vaksin sebagai respon cepat atas kondisi darurat tersebut. Namun, pelaksanaan di lapangan menghadapi hambatan besar.

Menurut Diana, mayoritas peternak di Mukomuko masih menggunakan sistem lepas liar, yakni membiarkan ternaknya berkeliaran bebas tanpa kandang. Kondisi ini menyulitkan petugas untuk menjangkau dan memvaksin hewan-hewan tersebut.

“Kami sudah meminta kepala desa agar membantu mengoordinir warganya untuk mengumpulkan ternak. Tapi sampai saat ini belum maksimal. Kalau ternaknya tidak dikandangkan, petugas kami kesulitan menjangkaunya,” keluhnya.

Berbeda halnya dengan peternak skala menengah ke atas yang memelihara ternak dalam kandang. Vaksinasi pada kelompok ini telah dilakukan karena petugas mudah mengakses hewan yang dipelihara.

Diana menjelaskan, penyakit ngorok sangat menular dan menyebar cepat, terutama saat musim pancaroba. Gejala awal meliputi demam tinggi, kesulitan bernapas, dan pembengkakan di leher. Bila tidak segera ditangani, hewan yang terinfeksi bisa mati dalam waktu singkat.

BACA JUGA:Ingin Beli Mobil Listrik? Perhatikan 9 Hal Penting Ini

Situasi ini dinilai mengancam keberlangsungan sektor peternakan rakyat, terutama karena kerbau di Mukomuko tak hanya bernilai ekonomi tinggi, tetapi juga memiliki peran penting dalam budaya lokal dan kegiatan pertanian masyarakat.

Dinas Pertanian kembali mengimbau para peternak untuk aktif mengikuti program vaksinasi dan tidak lagi membiarkan ternak berkeliaran bebas.

“Kami minta kerja sama serius dari masyarakat dan pemerintah desa. Kalau dibiarkan, populasi kerbau bisa terus menyusut bahkan habis. Ini kerugian besar, bukan hanya secara ekonomi, tapi juga dari sisi budaya,” tegas Diana.

Kategori :