Konflik Lahan Bandaratu dan Ujung Padang Dengan SP7 Didudukkan Dewan
Konflik Lahan Bandaratu dan Ujung Padang Dengan SP7 Didudukkan Dewan.-Amris-Radar Mukomuko
koranrm.id - Konflik lahan antara warga Desa Ujung Padang dan Bandaratu Kecamatan Kota Mukomuko dengan penguasa lahan asal SP7 Desa Rawa Mulya Kecamatan XIV Koto didudukkan oleh lembaga dewan di DPRD Mukomuko. Dimana pada Rabu 23 februari 2025 dilangsungkan dengar pendapat antara anggota dewan dengan Forum Komunikasi Penghulu Adat Ninik Mamak Kepala Kaum Seandeko Badaratu Ujung Padang Kecamatan Kota Mukomuko.
Turut hadir dalam dengar pendapat ini Kades Ujung Padang, Lurah Bandaratu, Kades Rawa Mulya, Camat Kota Mukomuko dan camat Kecamatan XIV Koto. Juga diundang Kepala BPN Mukomuko dan Bupati diwakili asisten I. Dari lembaga dewan hadir Ketua DPRD, Waka I, Ketua Komisi I dan anggota dewan lainnya terkhusus lagi dari Komisi I.
Dengar pendapat ini diawali dengan penyampaian dari ketua forum adat, H. Bisma Rifni. Dalam keterangannya ia mengatakan, konflik ini pada dasarnya bukan masalah tapal batas antara warga Desa Rawa Mulya dengan Warga Desa Ujung Padang maupun Bandaratu. Tapi hanya dengan beberapa oknum dari Desa Rawa Mulya yang menerobos lahan wilayah Ujung Padang dan Bandaratu.
BACA JUGA:Realisasi Tanam Jagung di Mukomuko Capai 157 Ha
Sebab antara Rawa Mulya dengan Ujung Padang dan Bandaratu tidak berbatasan. Yang berbatasan dengan Ujung Padang dan Bandaratu adalah Desa Pasar Sebelah dan Desa Pelokan, petanya jelas. Batas wilayah desa ini sudah disepakati bersama pada 2006 yang lalu, sebagai bukti ada surat kesepakatan bersama. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Rawa Mulya.
"Maka tidak nyambung jika oknum-oknum ini menggunakan sertifikat lahan trasmigrasi untuk menguasai lahan di wilayah Bandaratu. Kita ada kesepakatan 2006 lalu dan bukti dokumennya lengkap. Kami yang berbatasan adalah dengan Pasar Sebelah dan Pelokan, bukan dengan SP7 Rawa Mulya," katanya.
Mantan Sekda Mukomuko, Drs.H Azwardi Djidin saat diminta pendapatnya mengakui, ia ikut mengawangi proses transmigrasi di Mukomuko. Ia menceritakan transmigrasi merupakan program pusat, dimana saat itu warga transmigrasi ini, setiap KK diberi lahan 2 hektare. Rinciannya 1/4 hektare untuk pemukiman atau rumah, 3/4 haktare lahan usaha satu dan satu hektare lahan usaha 2, bentuknya serfikat 3 unit. Problemnya, kebanyakan terutama untuk lahan usaha 2, itu hanya sertfikat, posisi lahannya tidak jelas titik kordinatnya dimana. Ini menjadi masalah hampir se-Indonesia yang ada program transmigrasi.
BACA JUGA:Semifinal Piala AFF U-23, Indonesia Vs Thailand
"Hampir semua transmigrasi persoalannya sama, hanya diberi sertifikat tapi titiknya tidak dijelaskan. Ini memang perlu diluruskan oleh pemerintah daerah, itu tidak sulit, karena ada peta wilayahnya yang bisa dicek," paparnya.
Alfian anggota DPRD Mukomuko yang juga mantan Kades Pelokan, mengakui jika masalah perbatasan antara Ujung Padang dengan SP7 itu tidak nyambung, karena dua desa ini dulunya tidak berbatasan. Yang berbatasan dari dulunya adalah Ujung Padang dengan Pelokan dan Pasar Sebelah. Soal lahan transmigrasi yang diberikan pemerintah, menurutnya tetap di wilayah peta SP7.
"Lahan persawahan yang ada sekarang itulah wilayah sesuai dengan sertifikat yang diberikan. Namun dulu banyak warga yang menjualnya karena tidak mampu menggarapnya, termasuk saya pernah ditawar beberapa sertifikat. Sebab diawal tenaga kerjanya belum cukup, umumnya warga trans datang membawa anak-anak masih kecil," paparnya.
Kades Rawa Mulya, Nodo saat diminta pendapatnya, mengatakan harapannya terkait persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik dan clear. Warga SP7 tidak ingin ada konflik yang membesar, sebab mereka warga transmigrasi sudah menjadi warga Kabupaten Mukomuko, bukan warga luar lagi. Kedatangan mereka ke Mukomuko awalnya bukan keinginan sendiri atau datang begitu saja, tapi didatangkan pemerintah lewat program transmigrasi.
BACA JUGA:Bupati Mukomuko Pimpin Upacara Pembukaan TMMD ke-125 Tahun 2025
"Maka kita berharap dewan dan pemerintah bisa menengahi sampai selesai, bagi kami dari SP7, Desa Ujung Padang, Pasar Sebelum maupun Pelokan itu kakak dan saudara," tuturnya.
Ketua Komisi I Armansyah,ST mengatakan hasil dari dengar pendapat ini sudah dirangkum, persoalannya mulai ada kejelasan, maka selanjutnya dewan akan mendorong penyelesaiannya secara tuntas, jangan lagi ada konflik kemudian hari.